Drs. Muhammad
Rapi, M.Pd
Dosen Seni
Rupa FKIP Unismuh Makassar
Abstrak: Perspektif merupakan dasar untuk bisa menggambar
dengan benar secara realis. Dalam menggambar ruang dibutuhkan pengetahuan
perspektif. Ruang adalah sarana untuk menunjang perkembangan kreativitas anak.
Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk kreatif, walaupun tingkat
kreativitas berbeda-beda. Kreativitas seperti halnya setiap potensi lain, perlu
diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang. Perkembangan
kreativitas anak bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan psikis saja, tetapi
lingkungan fisik juga memiliki andil yang sangat besar. Ruang sebagai salah
satu lingkungan fisik dapat berperan sebagai pendorong atau “press” untuk mengembangkan
kreativitas anak, sebagai stimulus eksternal.
Kata
kunci: Perspektif,
Kreativitas, Perkembangan kreativitas, Ruang.
Abstract: Represent the elementary to be able to draw truly in realist. In drawing space required by a in perpective knowledge. Space is medium to support the growth of child creativity.Basicaly every child has a potentiality to be creative, although the level of his creativity is different. Creativity, like other potentialities, needs tobe given an opportunity and stimulation byhis invirounment to grow. The development of a child’s creativity is influenced not only by the psicological envirounment also has a big influence. The interior space as one of the phycical envirounment can be good support for the development of a child’s creativity, as an external stimulus.
Key
Words: Perspektive, creativity, development
of children creativity, space
PENDAHULUAN
Setiap cabang ilmu memiliki andil
tertentu pada bidang lainnya. Untuk menciptakan suatu ruang di butuhkan
pengetahuan pendukung, seperti ilmu perspektif. Ilmu perspektif dengan
penciptaan ruang sangat erak kaitannya.
Perkembangan
suatu bangsa yang hidup dalam suatu masa di mana ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang dengan pesatnya memerlukan suatu adaptasi kreatif untuk dapat mengikuti
perubahan-perubahan yang terjadi dan menghadapi problema-problema yang semakin
kompleks. Setiap pribadi, kelompok, maupun suatu bangsa, harus mampu
memikirkan, membentuk cara-cara baru atau mengubah cara-cara lama secara
kreatif, agar dapat survive dan tidak tergilas dalam persaingan antar bangsa
dan negara. Oleh karena itu pengembangan kreativitas sejak usia dini, tinjauan
dan penelitian-penelitian tentang proses kreativitas, kondisi-kondisi serta
cara-cara yang dapat memupuk, merangsang dan mengembangkannya menjadi sangat
penting.
Mengapa kreativitas begitu penting
dalam hidup dan perlu dipupuk sejak dini dalam diri anak? Karena berkreasi
orang dapat mewujudkan (mengaktualisasikan) dirinya, dan perwujudan dan
aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok tingkat tertinggi dalam hidup
manusia (Maslow, 1959). Kreativitas merupakan manivestasi dari individu yang
berfungsi sepenuhnya. Dengan kreativitas memungkinkan manusia untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini kesejahtraan dan
kejayaan masyarakat maupun negara bergantung pada sumbangan kreatif berupa
ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru. Untuk mencapai hal ini
perlulah sikap, pemikiran dan prilaku kreatif dipupuk sejak dini
Para psikolog, sosiolog dan ilmuan
lainnya telah lama mengetahui pentingnya kreativitas bagi individu dan
masyarakat. Adanya keyakinan tradisional
bahwa kreativitas, biasanya di sebut genius diturunkan dan tidak ada yang dapat
dilakukan untuk membuat orang kreatif. Sudah merupakan suatu keyakinan bahwa
manusia dilahirkan dengan percikan kegeniusan yang hebat atau tidak sama
sekali.
Ketika kreativitas diyakini sebagai
unsur bawaan yang hanya dimiliki sebagian kecil anak dan dianggap akan
berkembang secara otomatis, tidak bibutuhkan adanya rangsangan lingkungan atau
kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangan ini. Bertentangan
dengan hal tersebut, ternyata diketahui bahwa semua anak mempunyai potensi
untuk kreatif, walaupun tingkat kreativitasnya berbeda-beda. Akibatnya, kreativitas seperti halnya setiap
potensi lain, perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk
berkembang. Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran bahwa ruang interior,
dalam mewujudkannya diperlukan pengetahuan perspektif, karena dengan pengetahuan
perspektif lebih mudah menciptakan ruang yang ideal. Ruang yang ideal sebagai
salah satu lingkungan fisik memiliki andil cukup besar dalam berperan sebagai
pendorong kreativitas anak, sebagai stimuli eksternal.
,
ILMU
PERSPEKTIF
,
|
Dalam merencanakan berbagai bentuk
gambar yang sifatnya dua dimensi pada bidang datar, diperlukan ilmu perspektif.
Ilmu perspektif adalah ilmu yang sangat mendasar bagi penciptaan bentuk-bentuk
keruangan. Untuk memberikan kesan ruang pada bidang datar, tanpa pengetahuan perspektif
sangat sulit diwujudkan.
Perspektif adalah ilmu melihat.
Perspektif adalah ilmu yang memungkinkan kita membuat suatu gambar benda,
sehingga kesan yang diperoleh pada waktu melihat gambarnya sama dengan yang
diperoleh pada waktu melihat bendanya, (Rapi, 2006). Kecakapan menggambar
perspektif ditunjang oleh kecermatan dalam pengamatan seseorang. Kemampuan
menangkap objek melalui pengamatan, merupakan syarat mutlak untuk dapat
menggambar perspektif dengan baik dan benar.
Di
bidang seni rupa, perspektif adalah pengetahuan yang sangat diperlukan,
terutama dalam penciptaan ruang/interior. Perspektif dapat diterapkan dalam
penciptaan berbagai situasi ruangan. Perspektif memiliki kaidah, prinsip, dan
teknik dalam perwujudannya. Perspektif sifatnya dua dimensi, tetapi dengan
wujud dua dimensi, dapat diperoleh kesan tiga dimensi pada gambar/bidang datar.
Untuk
mewujudkan ruangan secara nyata dalam arti bentuk sesungguhnya, diperlukan
gambar/rancangan ruangan yang dimaksudkan.
KREATIVITAS
“Kreativitas” merupakan suatu
istilah yang sering digunakan dalam
penelitian psikologi masa kini dan sering digunakan dengan bebas di kalangan
orang awam. Kreativitas merupakan ranah psikologi yang kompleks dan
multidimensional (Dedi Supriadi, 1994). Banyak definisi tentang kreativitas, namun tidak ada satu
definisi pun yang dapat diterima secara universal. Untuk lebih mudah menjelaskan pengertian kreativitas,
akan dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan simpulan para ahli mengenai
kreativitas. Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang
semata-mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan
orsinal. Sebaliknya kreativitas mencakup jenis pemikiran spesifik, yang disebut
Guilford “pemikiran berbeda”(divergent thinking). Pemikiran menyimpang dari
jalan yang telah dirintis sebelumnya dan mencari variasi. Kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada
dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.
Banyak definisi tentang kreativitas
merupakan salah satu masalah kritis dalam meneliti, mengidentifikasi dan mengembangkan kreativitas.
Dalam dunia pendidikan kreativitas perlu dikembangkan. Sehubungan dengan
perkembangan kreativitas,
terdapat empat aspek konsep kreativitas.
Rhodes, (1987) diistilahkan sebagai “Four P’s of creativity: Person, Proses,
Press, Product”.
Utami Munandar
(1999) menguraikan definisi kreativitas tentang empat P. Pertama pribadi
(person), bahwa setiap anak adalah pribadi unik dan kreativitas adalah ungkapan
(ekspresi) dari keunikan pribadi individu. Kedua proses (process), kreativitas
sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau untuk menemukan
hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya dalam
mencari jawaban baru terhadap suatu masalah, merupakan manifestasi dari
kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas pemikiran anak. Ketiga pendorong
(press), kreativitas dapat berkembang jika ada press atau pendorong baik dari
dalam (dorongan internal, keinginan, motivasi atau hasrat yang kuat dari diri
sendiri) untuk berkreasi, maupun dari luar, yaitu lingkungan yang memupuk dan
mendorong pikiran, perasaan, sikap dan prilaku anak yang kreatif dengan
memberikan peluang kepadanya untuk bersibuk diri secara kreatif. Keempat produk
(product), bahwa produk-produk kreativitas yang konstruktif pasti akan muncul,
karena produk kreativitas muncul dari proses interaksi dari keunikan individu
di satu pihak dan bahan, kejadian, orang-orang atau keadaan hidupnya (faktor lingkungan dilain pihak).
Dengan dorongan internal maupun eksternal untuk bersibuk
diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif dengan sendirinya akan muncul.
Misalnya sebagai pendidikan menghargai produk kreativitas anak dan
mengkomunikasikannya kepada yang lain dengan memamerkan karya anak, hal ini
akan menggugah minat anak untuk berkreasi.
Setelah memahami
konsep kreativitas, perlu juga memahami proses kreativitas dan produk kreatif.
Proses kreatif untuk menjelaskan
apa yang terjadi apabila seseorang
mencipta. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu teori tradisional yang
sampai sekarang banyak dikutip ialah
teori Wallas, dikemukakan
Terjadi hubungan antara tahap-tahap
proses kreatif (Wallas) dan produk yang dicapai. Prilaku kreatif memerlukan
kombinasi antara ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai hasil dari
berpikir konvergen atau intelegensi memperoleh pengetahuan dan pengembangan
keterampilan, manusia memiliki seperangkat unsur-unsur mental. Dalam memecahkan
masalah, individu mengerjakan dan menggabungkan unsur-unsur mental sampai
timbul “konfigurasi”. Konfigurasi ini dapat berupa gagasan, model, tindakan,
cara menyusun kata, melodi atau bentuk.
Pemikir divergen mampu menggabung
unsur-unsur dengan cara-cara yang tidak lazim dan tidak diduga (kreatif). Namun
konstruksi konfigurasi tersebut tidak memerlukan berfikir konvergen dan divergen
saja, tatapi juga motivasi, karakteristik pribadi yang sesuai, unsur-unsur
sosial dan keterampilan komunikasi. Proses ini disertai perasaan dan emosi yang
dapat menunjang atau menghambat..
Dalam membantu anak mewujudkan
kreativitas mereka, anak perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai
dengan minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau
talenta mereka. Pendidik, terutama orang tua perlu menciptakan iklim yanmg
merangsang pemikiran dan ketrampilan kreatif anak, serta menyediakan saran dan
prasarana. Tetapi ini tidak cukup, selain perhatian, dorongan dan pelatihan
dari lingkungan, perlu ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak untuk
melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginan
sendiri.
Keberhasilan kreatif adalah
persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (
domain Skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi
intrinsik, dapat juga disebut motivasi batin (Amabile, 1989). Motivasi
intrinsik sebagaimana telah dikemukakan adalah motivasi yang tumbuh dari dalam,
berbeda dengan motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari luar, oleh lingkungan.
PERKEMBANGAN FISIK, KREATIF, RASIO
Pertumbuhan
dan perkembangan manusia tidak akan lepas dari tiga potensi primer, yaitu
fisik, kreatif dan rasio dan tiga potensi skunder, yaitu, gerak, imajinasi dan perasaan (Primadi,
1988).
Menurut Tabrani (1988), dalam diri manusia terdapat proses yang sifatnya sadar, ambang sadar dan
tidak sadar. Perkembangan rasio/daya nalar merupakan gabungan antara gerak dan
imajinasi. Perkembangan kreatif merupakan gabungan antara imajinasi dan
perasaan. Unsur fisik, kreatif dan rasio tersebut selalu bekerja secara
bersamaan dalam diri manusia hanya kadarnya saja berbeda-beda tergantung pada
usia sejak bayi hingga dewasa. Sebagai contoh, ketika bayi karena daya nalar
dan kreativitasnya belum terlatih, maka fisik sangat dominan terlihat dengan
gerakan-gerakannya atau tangisannya.
Berbeda dengan masa kanak-kanak ketika kreativitasnya sudah muncul, akan
tetapi nalarnya belum sepenuhnya hadir,
maka yang dominan hadir pada diri anak adalah fisik dan kreatifnya. Dan ketika
telah dewasa, perkembangan fisik, kreatif, rasio tersebut diharapkan dengan
pendidikan yang benar terjadi intergrasi yang sinergis. Pemunculan aspek fisik,
kreatif dan rasio tersebut seiring dengan permasalahan yang dihadapinya,
misalnya ketika seorang sedang belajar matematika, ketika unsur fisik, kreatif
dan rasio bekerja, hanya saja pada saat itu unsur rasio lebih dominan bekerja
dibandingkan kreatif dan fisiknya. Begitu pula ketika bermain sepak bola, fisik
dan kreatif lebih dominan bekerja dibandingkan unsur rasio. Artinya tidak ada
manusia yang hanya fisiknya saja berkembang 100%, rasionya atau Kreatifnya yang
100%, akan tetapi ketiganya bersinergi menjadikan manusia sebagai manusia
(Primadi, 1970).
Kemampuan kreatif merupakan
kemampuan yang dimiliki setiap manusia, hanya saja kadarnya berbeda-beda setiap manusia, sehingga kreatif
sendiri memiliki beberapa norma. Pertama adalah gradasi, norma ini berhubungan dengan kapasitas dan
kemampuan masing-masing individu dalam menghadapi permasalahan. Norma kedua
adalah level atau tingkatan, suatu norma yang berhubungan dengan tingkatan mutu dari kreativitas itu sendiri
yang berbeda-beda untuk setiap individu pada setiap jenjang usianya.
Ketiga norma priode, yaitu norma yang berhubungan dengan apa yang
dicapai individu pada titik tertentu dalam sejarah/kebudayaan manusia. Dan
keempat adalah norma degree atau taraf yaitu merupakan manifestasi dari tiga
norma sebelumnya yang dituangkan dalam kreativitas itu sendiri.
Rasio merupakan proses yang sadar
dalam diri manusia. Dalam reaksinya terhadap suatu masalah, rasio kerap kali
keluar dengan otomatis karena rasio tunduk pada hukum-hukum rasio yaitu logis
dan obyektif.
PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK
Perkembangan
kreativitas mengikuti pola yang dapat diramalkan, pertama-tama terlihat dalam
permainan anak, lalu secara bertahap menyebar ke berbagai bidang kehidupan
lainnya seperti pekerjaan sekolah, kegiatan rekreasi dan pekerjaan. Hasil
kreatif biasanya memncapai puncaknya pada usia tiga dan empat puluhan. Setelah
itu tetap memdatar atau secara bertahap menurun.
Apakah pola ini akan diikuti atau
tidak sebagian besar tergantung pada
pengaruh-pengaruh lingkungan yang memudahkan atau menghalangi ekspresi
kreativitas. Spock (1974) mengemukakan betapa pentingnya sikap awal orangtua
terhadap ekspresi kreativitas anak.
Beberapa cara yang paling umum
digunakan anak untuk mengekspresikan kreativitas pada berbagai usia dijelaskan
oleh Hurlock ( 1999), sebagau berikut:
Animisme adalah kecenderungan untuk
mengangap benda mati sebagai benda hidup. Anak kecil mempunyai pengetahuan dan
pengalaman yang terlalu minim untuk mampu membedakan antara hal-hal yang
mempunyai sifat hidup dan yang tidak. Pikiran animistik dimulai sekitar usia
anak 2 tahun, mencapai puncaknya antara 4 dan 5 tahun, kemudian menurun dengan
cepat dan menghilang segera sesudah anak masuk sekolah.
Bermain drama sering disebut bermain
pura-pura, sejajar dengan pemikiran
animistik. Permainan ini kehilangan daya tariknya kurang lebih pada saat anak
sudah sekolah. Bila kemampuan penalaran dan pengalaman menjadikan anak mampu
membedakan antara kenyataan dan khayalan, mereka kehilangan minat pada
permainan pura-pura dan mengalihkan dorongan kreatifnya pada kegiatan lainnya,
biasanya permainan yang konstruktif.
Permainan konstruktif, bermain
konstruktif dimulai sejak awal, seringkali lebih awal dari bermain drama,
tetapi permainan ini dikalahkan oleh permainan pura-pura yang lebih
menyenangkan. Kemudian apabila permainan ini kehilangan daya tariknya bagi
anak, mereka mengalihkan permainan mereka ke tipe permainan kreatif. Bermain
konstruktif awal sifatnya reproduktif.
Anak meniru apa saja yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bertambahnya usia, mereka kemudian menciptakan
konstruksi dengan menggunakan benda-benda dan situasi sehari-hari serta
mengubahnya agar sesuai dengan khayalannya.
Teman imajinair adalah orang, hewan,
atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk memainkan peran seorang
teman. Karena banyak permainan membutuhkan teman bermain, supaya menyenangkan,
anak yang tidak mempunyai teman sering memciptakan seorang temam imajinair.
Melamun merupakan bentuk permainan
mental, dan biasanya disebut “Khayalan” untuk membedakannya dari ekspresi
imajinasi yang lebih terkendali. Walaupun melamun dapat dimulai sejak awal,
namun kegiatan ini mencapai puncaknya selama masa puber. Melamun merupakan
bentuk hiburan faforit dikalangan anak yang lebih tua bila mereka bosan atau
kemungkinan untuk bermain lebih terbatas.
Melucu/humor, mempunyai dua aspek:
kemampuan untuk mempersepsikan kelucuan dan kemampuan melucu. Kedua aspek ini
dapat menunjang penerimaan sosial, karena hal itu membantu menciptakan kesan
bahwa anak itu cukup menyenangkan dalam pergaulan dan sportif.
Bercerita, pada awalnya berceritra sifatnya
reproduktif. Anak menceritakan hal-hal
yang telah mereka dengar dari radio atau televisi atau yang diceritakan
padanya. Kelak cerita mereka akan menjadi kreatif. Anak membuat cerita
berdasarkan bahan dari berbagai sumbe, terutama media massa dan menambah
keaslian pada cerita itu.
Semua anak mempunyai potensi untuk
kreatif, walaupun tingkat krativitasnya berbeda-beda. Akibanya, kreativitas seperti halnya potensi lain, perlu
diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang.
Titik pandangan baru dari
kreativitas mendorong diadakannya penelitian untuk menentukan apa saja kondisi
lingkungan yang menguntungkan dengan membekukan perkembangan kreativitas. Penelitian
ini telah menunjukkkan dua faktor yang penting
(Hurlock,1999), Pertama, sikap sosial yang ada dan tidak menguntungkan
kreativitas harus ditanggulangi. Alasannya, karena sikap seperti itu
mempengaruhi teman sebaya, orang tua dan guru serta perlakuan mereka terhadap
anak yang berpotensi kreatif. Apabila harus dibentuk kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan
kreativitas, faktor negatif ini harus dihilangkan. Kedua kondisi yang
menguntungkan bagi perkembangan kreativitas harus diadakan pada awal kehidupannya
ketika kreativitas mulai berkembang dan harus dilanjutkan terus sampai
berkembang dengan baik.
Banyak hal yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kreativitas, seperti memberi dorongan kreatif, waktu untuk
bermain dan sebagainya. Anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk
mengembangkan kehidupan imajinasi yang kaya. Selain hal tersebut mereka juga
membutuhkan sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan
untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi, yang merupakan unsur
penting dari semua kreativitas dengan dukungan lingkungan yang merangsang.
Tentang kondisi lingkungan yang
dapat merangsang kreativitas dijelaskan oleh Hurlock, (1999) bahwa lingkungan
rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan bimbingan dan
dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas. Kurangnya rangsangan, sebagai salah satu
hambatan yang paling umum terjadi, akan menghambat perkembangan kreativitas dan
membekukan kreativitas itu sendiri. Kurangnya rangsangan dapat disebabkan
ketidaktahuan orang tua dan orang lain dalam lingkungan anak tentang pentingnya kreativitas atau mungkin
ditimbulkan oleh asumsi bahwa kreativitas merupakan sifat bawaan, sehingga alam
akan mengatur perkembangan dan karenanya rangsangan tidak diperlukan.
KEBUTUHAN ANAK DALAM RUANG UNTUK
MENGEMBANGKAN KREATIVITAS
Dari uraian di
atas jelaslah bahwa banyak hal yang mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
dan dibutuhkan sebuah totalitas dari kreativitas, di mana proses kreatif
menjadi bagian yang penting, utuh dan
menyeluruh (holistik). Perkembangan kreativitas anak bukan hanya dipengaruhi
oleh lingkungan psikis saja, tetapi lingkukngan fisik juga memiliki andil yang
cukup besar. Bagaimana seorang anak dapat bermain dan belajar dengan nyaman
bila mereka harus berada dalam ruang yang sempit, pengap dan gelap. Atau
bagaimana bisa tumbuh rasa ingin tahu seorang anak bila ia selalu berhadapan
dengan lingkungan yang “kosong”, rapi dan steril.
Kreativitas bisa berkembang jika ada
“press” atau pendorong, baik dari dalam atau lingkungan psikis (dorongan
internal, keinginan, motivasi atau hasrat yang kuat dari diri sendiri) untuk
berkreasi, maupun dari luar, yaitu lingkungan fisik yang memupuk dan mendorong
pikiran, perasaan, sikap dan prilaku anak yang kreatif. Ruang interior sebagai
salah satu lingkungan fisik dapat berperan sebagai pendorong atau “press” untuk
mengembangkan kreativitas anak. Permasalahannya adalah ruang interior yang
bagaimana yang dapat menunjang perkembangan kreativitas anak.
|
Dengan demikian kualitas ruang interior
yang memadai dan sesuai kebutuhan bagi perkembangan kreativitas anak tersebut.
Kebutuhan anak dalam ruang secara fisik harus dapat menampung atau mewadahi
segala aktivitas ekspresi kreativitas, dan berperan sebagai pendorong proses
kreativitas mereka, dimulai dari tahap awal, persiapan, eksplorasi, sampai
dengan tahap akhir verivikasi atau evaluasi. Ruang harus dapat mengakomodasi
segala aktivitas-aktivitas tersebut di atas dan tidak berhenti samapai pada tahap proses timbulnya “ Aha
Erlebnis” atau ide beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan
mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru saja tetapi ruang juga harus
dapat mewadahi aktivitas untuk mewujudkan ide-ide produk kreatif yang nyata.
Sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Kiswandono (2005) bahwa ruang secara
fisik dapat memfasilitasi aktivitas mengubah ide-ide ke produk kreatif yang
nyata. Berikut ini adalah bagan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
kreativitas anak dalam proses kreatifnya memnciptakan produk kreatif. Dalam melakukan segala aktivitas
dalam ruang, anak membutuhkan rasa bebas, aman, nyaman, dan rangsang.
Bebas dalam arti anak-anak tidak menemukan kesulitan untuk
beraktivitas di dalam sebuah ruangan. Kebebasan ini penting agar anak merasa
leluasa untuk beraktivitas dan mengekspresikan kreativitas dengan sepenuh hati
mareka dan hal ini baik untuk perkembangan psikologisnya. Untuk memenuhi rasa
bebas dalam ruang, untuk memerlukan suasana ruang yang fleksibel, tidak terlalu
padat dan didukung dengan warna terang dan warna netral, karena skema warna
netral adalah yang paling fleksibel
(
Ching, 1996).
Ruang harus dapat memberikan rasa
aman kepada seorang anak ketika melakukan kegiatan. Dengan adanya rasa aman,
seorang anak tidak akan merasa bahwa dirinya selalu berada dalam suasana yang
menakutkan, menegangkan ketika mereka
berada dalam ruang tersebut. Rasa nyaman mampu mengkondisikan seorang anak
untuk tetap beraktivitas selama ia mau dan mampu untuk melakukannya. Rasa nyaman yang dipengaruhi oleh pengelolaan ruang ini berpengaruh kepada aspek psikologi
anak. Seorang anak akan merasa terasing dan bosan apabila tidak merasakan
kenyamanan ketika ia berada dalam ruangan.
Sedangkan rangsang memiliki arti
bahwa ruang hendanknya mampu hadir sebagai faktor eksternal yang dapat membantu
proses perkembangan potensi anak melalui kegiatan-kegiatan kreatifnya. Rangsang
ini memiliki arti juga bahwa sebuah ruang hendaknya mampu menjadi sumber
gagasan, imajinasi bagi anak-anak. Rangsang ini sangat penting peranannya sebagai
stimuli luar/eksternal sehingga membantu produktivitas anak yang berguna bagi
perkembangannya, baik fisik, rasio maupun kreativitasnya (Sari, 2004).
Cat:
(Tulisan ini telah diterbikan oleh Jurnal Harmoni Pendidikan Seni Rupa FKIP Unismuh Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar