.widget.ContactForm,.widget #ContactForm1{display: none !important;}
SELAMAT DATANG DI BLOG SENI RUPA UNISMUH MAKASSAR MEDIA INFORMASI DAN APRESIASI SENI BUDAYA

Rabu, 18 Juli 2012

PERANAN ILMU PERSPEKTIF DALAM MERENCANAKAN RUANG UNTUK MENUNJANG PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK


Drs. Muhammad Rapi, M.Pd
 Dosen Seni Rupa FKIP Unismuh Makassar

Abstrak: Perspektif merupakan dasar untuk bisa menggambar dengan benar secara realis. Dalam menggambar ruang dibutuhkan pengetahuan perspektif. Ruang adalah sarana untuk menunjang perkembangan kreativitas anak. Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk kreatif, walaupun tingkat kreativitas berbeda-beda. Kreativitas seperti halnya setiap potensi lain, perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang. Perkembangan kreativitas anak bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan psikis saja, tetapi lingkungan fisik juga memiliki andil yang sangat besar. Ruang sebagai salah satu lingkungan fisik dapat berperan sebagai pendorong atau “press” untuk mengembangkan kreativitas anak, sebagai stimulus eksternal.
Kata kunci: Perspektif, Kreativitas, Perkembangan kreativitas, Ruang.

Abstract: Represent the elementary to be able to draw truly in realist. In drawing space required by a in perpective knowledge. Space is medium to support the growth of child creativity.Basicaly every child has a potentiality to be creative, although the level of his creativity is different. Creativity, like other potentialities, needs tobe given an opportunity and stimulation byhis invirounment to grow. The development of a child’s creativity is influenced not only by the psicological envirounment also has a big influence. The interior space as one of the phycical envirounment can be good support for the development of a child’s creativity, as an external stimulus.

Key Words: Perspektive, creativity, development of children creativity, space


PENDAHULUAN

            Setiap cabang ilmu memiliki andil tertentu pada bidang lainnya. Untuk menciptakan suatu ruang di butuhkan pengetahuan pendukung, seperti ilmu perspektif. Ilmu perspektif dengan penciptaan ruang sangat erak kaitannya.
Perkembangan suatu bangsa yang hidup dalam suatu masa di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesatnya memerlukan suatu adaptasi kreatif untuk dapat mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dan menghadapi problema-problema yang semakin kompleks. Setiap pribadi, kelompok, maupun suatu bangsa, harus mampu memikirkan, membentuk cara-cara baru atau mengubah cara-cara lama secara kreatif, agar dapat survive dan tidak tergilas dalam persaingan antar bangsa dan negara. Oleh karena itu pengembangan kreativitas sejak usia dini, tinjauan dan penelitian-penelitian tentang proses kreativitas, kondisi-kondisi serta cara-cara yang dapat memupuk, merangsang dan mengembangkannya menjadi sangat penting.
            Mengapa kreativitas begitu penting dalam hidup dan perlu dipupuk sejak dini dalam diri anak? Karena berkreasi orang dapat mewujudkan (mengaktualisasikan) dirinya, dan perwujudan dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok tingkat tertinggi dalam hidup manusia (Maslow, 1959). Kreativitas merupakan manivestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya. Dengan kreativitas memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini kesejahtraan dan kejayaan masyarakat maupun negara bergantung pada sumbangan kreatif berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru. Untuk mencapai hal ini perlulah sikap, pemikiran dan prilaku kreatif dipupuk sejak dini      
            Para psikolog, sosiolog dan ilmuan lainnya telah lama mengetahui pentingnya kreativitas bagi individu dan masyarakat.  Adanya keyakinan tradisional bahwa kreativitas, biasanya di sebut genius diturunkan dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk membuat orang kreatif. Sudah merupakan suatu keyakinan bahwa manusia dilahirkan dengan percikan kegeniusan yang hebat atau tidak sama sekali.
            Ketika kreativitas diyakini sebagai unsur bawaan yang hanya dimiliki sebagian kecil anak dan dianggap akan berkembang secara otomatis, tidak bibutuhkan adanya rangsangan lingkungan atau kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangan ini. Bertentangan dengan hal tersebut, ternyata diketahui bahwa semua anak mempunyai potensi untuk kreatif, walaupun tingkat kreativitasnya berbeda-beda.  Akibatnya, kreativitas seperti halnya setiap potensi lain, perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang. Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran bahwa ruang interior, dalam mewujudkannya diperlukan pengetahuan perspektif, karena dengan pengetahuan perspektif lebih mudah menciptakan ruang yang ideal. Ruang yang ideal sebagai salah satu lingkungan fisik memiliki andil cukup besar dalam berperan sebagai pendorong kreativitas anak, sebagai stimuli eksternal.


,
ILMU PERSPEKTIF

            Dalam merencanakan berbagai bentuk gambar yang sifatnya dua dimensi pada bidang datar, diperlukan ilmu perspektif. Ilmu perspektif adalah ilmu yang sangat mendasar bagi penciptaan bentuk-bentuk keruangan. Untuk memberikan kesan ruang pada bidang datar, tanpa pengetahuan perspektif sangat sulit diwujudkan.
            Perspektif adalah ilmu melihat. Perspektif adalah ilmu yang memungkinkan kita membuat suatu gambar benda, sehingga kesan yang diperoleh pada waktu melihat gambarnya sama dengan yang diperoleh pada waktu melihat bendanya, (Rapi, 2006). Kecakapan menggambar perspektif ditunjang oleh kecermatan dalam pengamatan seseorang. Kemampuan menangkap objek melalui pengamatan, merupakan syarat mutlak untuk dapat menggambar perspektif dengan baik dan benar.
Di bidang seni rupa, perspektif adalah pengetahuan yang sangat diperlukan, terutama dalam penciptaan ruang/interior. Perspektif dapat diterapkan dalam penciptaan berbagai situasi ruangan. Perspektif memiliki kaidah, prinsip, dan teknik dalam perwujudannya. Perspektif sifatnya dua dimensi, tetapi dengan wujud dua dimensi, dapat diperoleh kesan tiga dimensi pada gambar/bidang datar.
Untuk mewujudkan ruangan secara nyata dalam arti bentuk sesungguhnya, diperlukan gambar/rancangan ruangan yang dimaksudkan.

KREATIVITAS

            “Kreativitas” merupakan suatu istilah  yang sering digunakan dalam penelitian psikologi masa kini dan sering digunakan dengan bebas di kalangan orang awam. Kreativitas merupakan ranah psikologi yang kompleks dan multidimensional (Dedi Supriadi, 1994). Banyak definisi  tentang kreativitas, namun tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Untuk lebih mudah menjelaskan pengertian kreativitas, akan dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan simpulan para ahli mengenai kreativitas. Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang semata-mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orsinal. Sebaliknya kreativitas mencakup jenis pemikiran spesifik, yang disebut Guilford “pemikiran berbeda”(divergent thinking). Pemikiran menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya dan mencari variasi. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.
            Banyak definisi tentang kreativitas merupakan salah satu masalah kritis dalam meneliti, mengidentifikasi dan mengembangkan kreativitas. Dalam dunia pendidikan kreativitas perlu dikembangkan. Sehubungan dengan perkembangan kreativitas, terdapat empat aspek konsep kreativitas. Rhodes, (1987) diistilahkan sebagai “Four P’s of creativity: Person, Proses, Press, Product”.
            Utami Munandar (1999) menguraikan definisi kreativitas tentang empat P. Pertama pribadi (person), bahwa setiap anak adalah pribadi unik dan kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan pribadi individu. Kedua proses (process), kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau untuk menemukan hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya dalam mencari jawaban baru terhadap suatu masalah, merupakan manifestasi dari kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas pemikiran anak. Ketiga pendorong (press), kreativitas dapat berkembang jika ada press atau pendorong baik dari dalam (dorongan internal, keinginan, motivasi atau hasrat yang kuat dari diri sendiri) untuk berkreasi, maupun dari luar, yaitu lingkungan yang memupuk dan mendorong pikiran, perasaan, sikap dan prilaku anak yang kreatif dengan memberikan peluang kepadanya untuk bersibuk diri secara kreatif. Keempat produk (product), bahwa produk-produk kreativitas yang konstruktif pasti akan muncul, karena produk kreativitas muncul dari proses interaksi dari keunikan individu di satu pihak dan bahan, kejadian, orang-orang atau keadaan hidupnya  (faktor lingkungan dilain pihak).
            Dengan dorongan internal maupun eksternal untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif dengan sendirinya akan muncul. Misalnya sebagai pendidikan menghargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain dengan memamerkan karya anak, hal ini akan menggugah minat anak untuk berkreasi.
            Setelah memahami konsep kreativitas, perlu juga memahami proses kreativitas dan produk kreatif. Proses kreatif untuk menjelaskan apa  yang terjadi apabila seseorang mencipta. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu teori tradisional yang sampai sekarang banyak dikutip ialah  teori Wallas, dikemukakan

tahun 1926 dalam bukunya The art of Thought (Pirto, 1992), menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap. Pertama, persiapan, tahap pengumpulan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Individu dipersiapkan untuk memecahkan masalah dengan belajar berfikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain dan sebagainya. Dengan bekal bahan dan pengetahuan maupun pengalaman individu menjajagi bermacam-macam kemungkinan penyelesaian masalah. Pada tahap ini  pemikiran divergen menjadi sangat penting, belum ada arah yang jelas, akan tetapi alam pikiran mengekplorasi berbagai alternatif. Kedua inkubasi, tahap di mana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra sadar. Tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi. Gagasan atau inspirasi merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra sadar atau timbul dalam keadaan ketidak sadaran penuh. Ketiga, iluminasi, tahap timbulnya “insight” atau “Aha erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Keempat, verifikasi, tahap evaluasi ialah tahap di mana ide atau kreasi baru tersebut  harus diuji terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran kritis konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis).Tentang produk kreatif diprediksikan akan muncul, jika memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang (press), atau lingkungan yang memberi kesempatan untuk  bersibuk diri secara kreatif.
            Terjadi hubungan antara tahap-tahap proses kreatif (Wallas) dan produk yang dicapai. Prilaku kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri psikologis yang berinteraksi sebagai hasil dari berpikir konvergen atau intelegensi memperoleh pengetahuan dan pengembangan keterampilan, manusia memiliki seperangkat unsur-unsur mental. Dalam memecahkan masalah, individu mengerjakan dan menggabungkan unsur-unsur mental sampai timbul “konfigurasi”. Konfigurasi ini dapat berupa gagasan, model, tindakan, cara menyusun kata, melodi atau bentuk.
            Pemikir divergen mampu menggabung unsur-unsur dengan cara-cara yang tidak lazim dan tidak diduga (kreatif). Namun konstruksi konfigurasi tersebut tidak memerlukan berfikir konvergen dan divergen saja, tatapi juga motivasi, karakteristik pribadi yang sesuai, unsur-unsur sosial dan keterampilan komunikasi. Proses ini disertai perasaan dan emosi yang dapat menunjang atau menghambat..
            Dalam membantu anak mewujudkan kreativitas mereka, anak perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik, terutama orang tua perlu menciptakan iklim yanmg merangsang pemikiran dan ketrampilan kreatif anak, serta menyediakan saran dan prasarana. Tetapi ini tidak cukup, selain perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu ada motivasi intrinsik pada anak. Minat anak untuk melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginan sendiri.
            Keberhasilan kreatif adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu ( domain Skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik, dapat juga disebut motivasi batin (Amabile, 1989). Motivasi intrinsik sebagaimana telah dikemukakan adalah motivasi yang tumbuh dari dalam, berbeda dengan motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari luar, oleh lingkungan.

PERKEMBANGAN FISIK, KREATIF, RASIO

            Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak akan lepas dari tiga potensi primer, yaitu fisik, kreatif dan rasio dan tiga potensi skunder, yaitu,  gerak, imajinasi dan perasaan (Primadi, 1988).
             Menurut Tabrani (1988),  dalam diri manusia terdapat  proses yang sifatnya sadar, ambang sadar dan tidak sadar. Perkembangan rasio/daya nalar merupakan gabungan antara gerak dan imajinasi. Perkembangan kreatif merupakan gabungan antara imajinasi dan perasaan. Unsur fisik, kreatif dan rasio tersebut selalu bekerja secara bersamaan dalam diri manusia hanya kadarnya saja berbeda-beda tergantung pada usia sejak bayi hingga dewasa. Sebagai contoh, ketika bayi karena daya nalar dan kreativitasnya belum terlatih, maka fisik sangat dominan terlihat dengan gerakan-gerakannya atau tangisannya.  Berbeda dengan masa kanak-kanak ketika kreativitasnya sudah muncul, akan tetapi  nalarnya belum sepenuhnya hadir, maka yang dominan hadir pada diri anak adalah fisik dan kreatifnya. Dan ketika telah dewasa, perkembangan fisik, kreatif, rasio tersebut diharapkan dengan pendidikan yang benar terjadi intergrasi yang sinergis. Pemunculan aspek fisik, kreatif dan rasio tersebut seiring dengan permasalahan yang dihadapinya, misalnya ketika seorang sedang belajar matematika, ketika unsur fisik, kreatif dan rasio bekerja, hanya saja pada saat itu unsur rasio lebih dominan bekerja dibandingkan kreatif dan fisiknya. Begitu pula ketika bermain sepak bola, fisik dan kreatif lebih dominan bekerja dibandingkan unsur rasio. Artinya tidak ada manusia yang hanya fisiknya saja berkembang 100%, rasionya atau Kreatifnya yang 100%, akan tetapi ketiganya bersinergi menjadikan manusia sebagai manusia (Primadi, 1970).

Kemampuan fisik merupakan kemampuan yang pertama hadir pada manusia dan berkembang terus hingga manusia dewasa dan tua sesuai dengan perkembangan dan kemampuan manusia.
            Kemampuan kreatif merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia, hanya saja kadarnya  berbeda-beda setiap manusia, sehingga kreatif sendiri memiliki beberapa norma. Pertama adalah gradasi,  norma ini berhubungan dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing individu dalam menghadapi permasalahan. Norma kedua adalah level atau tingkatan, suatu norma yang berhubungan dengan  tingkatan mutu dari kreativitas itu sendiri yang berbeda-beda untuk setiap individu pada setiap jenjang usianya. Ketiga  norma priode,  yaitu norma yang berhubungan dengan apa yang dicapai individu pada titik tertentu dalam sejarah/kebudayaan manusia. Dan keempat adalah norma degree atau taraf yaitu merupakan manifestasi dari tiga norma sebelumnya yang dituangkan dalam kreativitas itu sendiri.
            Rasio merupakan proses yang sadar dalam diri manusia. Dalam reaksinya terhadap suatu masalah, rasio kerap kali keluar dengan otomatis karena rasio tunduk pada hukum-hukum rasio yaitu logis dan obyektif.

 PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK

            Perkembangan kreativitas mengikuti pola yang dapat diramalkan, pertama-tama terlihat dalam permainan anak, lalu secara bertahap menyebar ke berbagai bidang kehidupan lainnya seperti pekerjaan sekolah, kegiatan rekreasi dan pekerjaan. Hasil kreatif biasanya memncapai puncaknya pada usia tiga dan empat puluhan. Setelah itu tetap memdatar atau secara bertahap menurun.
            Apakah pola ini akan diikuti atau tidak  sebagian besar tergantung pada pengaruh-pengaruh lingkungan yang memudahkan atau menghalangi ekspresi kreativitas. Spock (1974) mengemukakan betapa pentingnya sikap awal orangtua terhadap ekspresi kreativitas anak.
            Beberapa cara yang paling umum digunakan anak untuk mengekspresikan kreativitas pada berbagai usia dijelaskan oleh Hurlock ( 1999), sebagau berikut:
            Animisme adalah kecenderungan untuk mengangap benda mati sebagai benda hidup. Anak kecil mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang terlalu minim untuk mampu membedakan antara hal-hal yang mempunyai sifat hidup dan yang tidak. Pikiran animistik dimulai sekitar usia anak 2 tahun, mencapai puncaknya antara 4 dan 5 tahun, kemudian menurun dengan cepat dan menghilang segera sesudah anak masuk sekolah.
            Bermain drama sering disebut bermain pura-pura, sejajar dengan  pemikiran animistik. Permainan ini kehilangan daya tariknya kurang lebih pada saat anak sudah sekolah. Bila kemampuan penalaran dan pengalaman menjadikan anak mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan, mereka kehilangan minat pada permainan pura-pura dan mengalihkan dorongan kreatifnya pada kegiatan lainnya, biasanya permainan yang konstruktif.
            Permainan konstruktif, bermain konstruktif dimulai sejak awal, seringkali lebih awal dari bermain drama, tetapi permainan ini dikalahkan oleh permainan pura-pura yang lebih menyenangkan. Kemudian apabila permainan ini kehilangan daya tariknya bagi anak, mereka mengalihkan permainan mereka ke tipe permainan kreatif. Bermain konstruktif awal sifatnya reproduktif.  Anak meniru apa saja yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bertambahnya usia, mereka kemudian menciptakan  konstruksi dengan menggunakan benda-benda dan situasi sehari-hari serta mengubahnya agar sesuai dengan khayalannya.
            Teman imajinair adalah orang, hewan, atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk memainkan peran seorang teman. Karena banyak permainan membutuhkan teman bermain, supaya menyenangkan, anak yang tidak mempunyai teman sering memciptakan seorang temam imajinair.
            Melamun merupakan bentuk permainan mental, dan biasanya disebut “Khayalan” untuk membedakannya dari ekspresi imajinasi yang lebih terkendali. Walaupun melamun dapat dimulai sejak awal, namun kegiatan ini mencapai puncaknya selama masa puber. Melamun merupakan bentuk hiburan faforit dikalangan anak yang lebih tua bila mereka bosan atau kemungkinan untuk bermain lebih terbatas.

            Dusta putih, suatu ekspresi kreativitas yang umum di kalangan anak-anak kecil adalah menceriatakan “dusta putih”, yang sering di sebut “dongeng berlebihan”. Dusta putih adalah kebohongan yang diceritakan seorang anak yang sebenarnya mereka merasa yakin bahwa hal itu benar.
            Melucu/humor, mempunyai dua aspek: kemampuan untuk mempersepsikan kelucuan dan kemampuan melucu. Kedua aspek ini dapat menunjang penerimaan sosial, karena hal itu membantu menciptakan kesan bahwa anak itu cukup menyenangkan dalam pergaulan dan sportif.
             Bercerita, pada awalnya berceritra sifatnya reproduktif.  Anak menceritakan hal-hal yang telah mereka dengar dari radio atau televisi atau yang diceritakan padanya. Kelak cerita mereka akan menjadi kreatif. Anak membuat cerita berdasarkan bahan dari berbagai sumbe, terutama media massa dan menambah keaslian pada cerita itu.
            Semua anak mempunyai potensi untuk kreatif, walaupun tingkat krativitasnya berbeda-beda. Akibanya,  kreativitas seperti halnya potensi lain, perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang.
            Titik pandangan baru dari kreativitas mendorong diadakannya penelitian untuk menentukan apa saja kondisi lingkungan yang menguntungkan dengan membekukan perkembangan kreativitas. Penelitian ini telah menunjukkkan dua faktor yang penting  (Hurlock,1999), Pertama, sikap sosial yang ada dan tidak menguntungkan kreativitas harus ditanggulangi. Alasannya, karena sikap seperti itu mempengaruhi teman sebaya, orang tua dan guru serta perlakuan mereka terhadap anak yang berpotensi kreatif. Apabila harus dibentuk  kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas, faktor negatif ini harus dihilangkan. Kedua kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas harus diadakan pada awal kehidupannya ketika kreativitas mulai berkembang dan harus dilanjutkan terus sampai berkembang dengan baik.
            Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreativitas, seperti memberi dorongan kreatif, waktu untuk bermain dan sebagainya. Anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinasi yang kaya. Selain hal tersebut mereka juga membutuhkan sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas dengan dukungan lingkungan yang merangsang.
            Tentang kondisi lingkungan yang dapat merangsang kreativitas dijelaskan oleh Hurlock, (1999) bahwa lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas.  Kurangnya rangsangan, sebagai salah satu hambatan yang paling umum terjadi, akan menghambat perkembangan kreativitas dan membekukan kreativitas itu sendiri. Kurangnya rangsangan dapat disebabkan ketidaktahuan orang tua dan orang lain dalam lingkungan anak  tentang pentingnya kreativitas atau mungkin ditimbulkan oleh asumsi bahwa kreativitas merupakan sifat bawaan, sehingga alam akan mengatur perkembangan dan karenanya rangsangan tidak diperlukan.

KEBUTUHAN ANAK DALAM RUANG UNTUK MENGEMBANGKAN KREATIVITAS
            Dari uraian di atas jelaslah bahwa banyak hal yang mempengaruhi perkembangan kreativitas anak dan dibutuhkan sebuah totalitas dari kreativitas, di mana proses kreatif menjadi bagian yang penting, utuh  dan menyeluruh (holistik). Perkembangan kreativitas anak bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan psikis saja, tetapi lingkukngan fisik juga memiliki andil yang cukup besar. Bagaimana seorang anak dapat bermain dan belajar dengan nyaman bila mereka harus berada dalam ruang yang sempit, pengap dan gelap. Atau bagaimana bisa tumbuh rasa ingin tahu seorang anak bila ia selalu berhadapan dengan lingkungan yang “kosong”, rapi dan steril.
            Kreativitas bisa berkembang jika ada “press” atau pendorong, baik dari dalam atau lingkungan psikis (dorongan internal, keinginan, motivasi atau hasrat yang kuat dari diri sendiri) untuk berkreasi, maupun dari luar, yaitu lingkungan fisik yang memupuk dan mendorong pikiran, perasaan, sikap dan prilaku anak yang kreatif. Ruang interior sebagai salah satu lingkungan fisik dapat berperan sebagai pendorong atau “press” untuk mengembangkan kreativitas anak. Permasalahannya adalah ruang interior yang bagaimana yang dapat menunjang perkembangan kreativitas anak.

 
            Anak-anak memiliki kebutuhan lingkungan yang berbeda dengan orang dewasa, mereka tidak hanya memerlukan keindahan, namun lebih memerlukan lingkungan yang kreatif. Mereka lebih tertarik pada apa yang mereka lihat dan ini adalah proses belajar yang sangat penting, berkaitan erat dengan tahap-tahap perkembangan anak yang masih lebih tertarik pada sesuatu yang bersifat visual. Kebutuhan anak akan ruang berdasarkan kebutuhan pada perkembangan psikis dan fisiknya.
            Dengan demikian kualitas ruang interior yang memadai dan sesuai kebutuhan bagi perkembangan kreativitas anak tersebut. Kebutuhan anak dalam ruang secara fisik harus dapat menampung atau mewadahi segala aktivitas ekspresi kreativitas, dan berperan sebagai pendorong proses kreativitas mereka, dimulai dari tahap awal, persiapan, eksplorasi, sampai dengan tahap akhir verivikasi atau evaluasi. Ruang harus dapat mengakomodasi segala aktivitas-aktivitas tersebut di atas dan tidak berhenti  samapai pada tahap proses timbulnya “ Aha Erlebnis” atau ide beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru saja tetapi ruang juga harus dapat mewadahi aktivitas untuk mewujudkan ide-ide produk kreatif yang nyata. Sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Kiswandono (2005) bahwa ruang secara fisik dapat memfasilitasi aktivitas mengubah ide-ide ke produk kreatif yang nyata. Berikut ini adalah bagan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas anak dalam proses kreatifnya memnciptakan produk kreatif.                                    Dalam melakukan segala aktivitas dalam ruang, anak membutuhkan rasa bebas, aman, nyaman, dan rangsang. Bebas  dalam arti  anak-anak tidak menemukan kesulitan untuk beraktivitas di dalam sebuah ruangan. Kebebasan ini penting agar anak merasa leluasa untuk beraktivitas dan mengekspresikan kreativitas dengan sepenuh hati mareka dan hal ini baik untuk perkembangan psikologisnya. Untuk memenuhi rasa bebas dalam ruang, untuk memerlukan suasana ruang yang fleksibel, tidak terlalu padat dan didukung dengan warna terang dan warna netral, karena skema warna netral adalah yang paling fleksibel
( Ching, 1996).
            Ruang harus dapat memberikan rasa aman kepada seorang anak ketika melakukan kegiatan. Dengan adanya rasa aman, seorang anak tidak akan merasa bahwa dirinya selalu berada dalam suasana yang menakutkan, menegangkan ketika  mereka berada dalam ruang tersebut. Rasa nyaman mampu mengkondisikan seorang anak untuk tetap beraktivitas selama ia mau dan mampu untuk melakukannya.  Rasa nyaman yang dipengaruhi oleh pengelolaan  ruang ini berpengaruh kepada aspek psikologi anak. Seorang anak akan merasa terasing dan bosan apabila tidak merasakan kenyamanan ketika ia berada dalam ruangan.
            Sedangkan rangsang memiliki arti bahwa ruang hendanknya mampu hadir sebagai faktor eksternal yang dapat membantu proses perkembangan potensi anak melalui kegiatan-kegiatan kreatifnya. Rangsang ini memiliki arti juga bahwa sebuah ruang hendaknya mampu menjadi sumber gagasan, imajinasi bagi anak-anak. Rangsang ini sangat penting peranannya sebagai stimuli luar/eksternal sehingga membantu produktivitas anak yang berguna bagi perkembangannya, baik fisik, rasio maupun kreativitasnya (Sari, 2004).

Cat:
(Tulisan ini telah diterbikan oleh Jurnal Harmoni Pendidikan Seni Rupa FKIP Unismuh Makassar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar