.widget.ContactForm,.widget #ContactForm1{display: none !important;}
SELAMAT DATANG DI BLOG SENI RUPA UNISMUH MAKASSAR MEDIA INFORMASI DAN APRESIASI SENI BUDAYA

Rabu, 18 Juli 2012

DISIPLIN KREATIF DALAM SENI RUPA TERAPAN


Meisar Ashari
Dosen Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

Abstrak: Penelusuran disiplin kreatif adalah suatu proses kontenplasi penemuan ide atau gagasan dalam konteks penciptaan seni. Kendati tidak dengan istilah yang sama, kehadiran seni terapan telah berlangsung dengan waktu yang panjang, yaitu sejak masa kehidupan berburu dan meramu, disusul kehidupan menetap dan tradisional, sampai pada zaman modern dan era global.
Kehadiran seni terapan terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Hasilnya diperlukan masyarakat secara terus menerus, sehingga pembuatnya berlangsung turun-temurun menjadi tradisi. Sudah tentu disertai penyempurnaan, perubahan, dan perkembangan. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa eksistensi seni tradisional Indonesia, khususnya di Sulawesi selatan, mengandung tiga muatan penting, yaitu: (1) mitologi; (2) ritual; dan(3) symbol (Fichser, 1994). Ketiga muatan itu saling bergayut, mencerminkan kandungan spirit, ruh, dan jiwa budaya bangsa, menyiratkan pencapaian kualitas astetik seni tradisional Indonesia berkualitas tinggi, monumental dan menyejarah, sekaligus bukti kualitas seniman atau perupa seni terapan masa lampau dalam berkreasi.
              Kata Kunci: Disiplin kreatif, seni rupa terapan.





Pendahuluan
            Setiap mahluk yang namanya manusia pasti memiliki nilai-nilai estetika sehingga kreatifitas selalu hadir mendampingi untuk menjadi barometer dalam memilah dan memilih, mana baik dan mana yang buruk, apakah itu sikap atupun tindakan (action). Ada satu contoh kasus yang menarik untuk kita telaah, ketika melihat kerajinan yang indah, unik dan menonjol diantara kerajinan yang lain, seorang pengunjung bergumam, “wah … ini kerajinan yang paling kreatif dan artistik.”  Apa maksudnya ia menyebut  kerajinan itu kreatif dan artistik? Itu artinya bahwa orang itu sedang menunjukkan aktualisasi dirinya kalau sebenarnya dia mampu menilai dan menunjukkannya kepada khalayak kalau dia bisa. Walau sebenarnya maksud kreatif, artistik itu menunjukkan bahwa kerajinan itu memiliki kandungan nilai-nilai yang membuat karya itu indah, bagus, menarik, enak dipandang, atau dikhayati, sesuai sifat-sifat dari medium itu sendiri.
            Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, setiap karya seni, khususnya seni terapan selalu memiliki sifat-sifat kreatif. Diketahui, karya seni rupa terapan di Indonesia sangat beragam dan tersebar diberbagai daerah di Indonesia. Tanpa mengabaikan kosa etnik disetiap daerah ditetapkan bahwa seni kriya dipandang cukup representatif guna memberikan ide dasar penciptaan seni terapan yang mencakup konsep filosofi dan metodologi penciptaan.  Keyakinan mengenai adanya sifat-sifat itu, memungkinkan kita bertanya tentang banyak hal, terutama terkait dengan sifat-sifat  yang melekat pada seni  terkhusus pada terapan, yaitu kreatifitas?
-          Dari mana asalnya kreatifitas, apa sumbernya?
-          Bagaimana seniman membentuk dan menghasilkan karya seni rupa terapan sehingga memiliki sifat-sifat artistik kreatif, yang bagus, dan indah.
-          Apa itu keindahan menurut perspektif seniman.
-          Apa yang dapat kita rasakan ketika manemukan keindahan dalam seni.
Dari beberapa pertanyaan diatas menunjukkan bahwa potensi seni rupa terapan yang kita miliki perlu digali dan ditekuni untuk terus diamalkan.  Jika terus ditekuni kelak akan menjadi suatu disiplin yang disegani, yaitu disiplin kreatifitas nan artistik.
            Dewasa ini dalam membangun disiplin kreatif terhadap seni rupa terapan, itu erat kaitannya dengan penciptaan dan terkadang kita enggan melakukan eksplorasi, pengkajian, dan perumusan ide dasar  dan metodologi penciptaan sendiri sebagai landasan penciptaan untuk menghasilka karya kreatif, yang mampu menunjukkan paradigma baru yang komprehensif, utuh, dan padu.
            Dalam disiplin kreatif atau sebuah penciptaan bentuk pastilah berkenaan dengan nilai-nilai estetika yaitu mempelajari sistim tanda yang digunakan oleh para seniman dan para pengguna seni lainnya untuk menyatakan ekspresi, sehingga dengan sistim tanda itu dimungkinkan sesama seniman dan para pengguna dapat saling bekerja sama, mengkomunikasikan pesan-pesan nilai dan menyatakan eksistensi diri baik secara kolektif maupun dengan cara sendiri-sendiri.  Sistim tanda itu pada dasarnya adalah alat atau sarana bagi seniman dan pengguna seni, baik secara kolektif maupun secara personal untuk menyatakan eksistensi diri dan pesan-pesan nilai sehingga dapat diapresiasi dan digunakan untuk kepentingan-kepentingan tertentu oleh pihak lain yang melihat, mendengar, menyaksikan, dan menghayati pesan-pesan nilai dan eksistensi diri itu melalui sistim tanda yang digunakan. 
            Fenomena sosial kultural itu mendorong perlunya ditelusuri ide dasar penciptaan karya seni terapan masa lampau di Indonesia, khususnya di Sulawesi selatan, sebagai titik tolak perumusan konsep filosofi dan metodologi baru yang berguna bagi penciptaan seni terapan masa kini. Pengalaman dalam berpikir kreatif untuk meramu pengaruh budaya tampaknya menorehkan model kreasi yang layak diacu dan diteladani, karena melalui model analisis mereka terbukti melahirkan karya seni yang berkualitas tinggi dan monumental. 

Penelusuran Disiplin dan Gagasan Kreatif.
            Penelusuran disiplin kreatif adalah suatu proses kontenplasi penemuan ide atau gagasan dalam konteks penciptaan seni. Kendati tidak dengan istilah yang sama, kehadiran seni terapan telah berlangsung dengan waktu yang panjang, yaitu sejak masa kehidupan berburu dan meramu, disusul kehidupan menetap dan tradisional, sampai pada zaman modern dan era global.
            Kehadiran seni terapan terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Hasilnya diperlukan masyarakat secara terus menerus, sehingga pembuatnya berlangsung turun-temurun menjadi tradisi. Sudah tentu disertai penyempurnaan, perubahan, dan perkembangan. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa eksistensi seni tradisional Indonesia, khususnya di Sulawesi selatan, mengandung tiga muatan penting, yaitu: (1) mitologi; (2) ritual; dan(3) symbol (Fichser, 1994). Ketiga muatan itu saling bergayut, mencerminkan kandungan spirit, ruh, dan jiwa budaya bangsa, menyiratkan pencapaian kualitas astetik seni tradisional Indonesia berkualitas tinggi, monumental dan menyejarah, sekaligus bukti kualitas seniman atau perupa seni terapan masa lampau dalam berkreasi.
            Pengembaraan jiwa itu sangat unik, bersifat pribadi akan tetapi universal, sampai pada titik simpul bahwa kehidupan di alam semesta adalah sebuah misteri. Batas antara nyata dan tidak, tipis; berbagai peristiwa unik, aneh dan misterius sering sulit dipahami akal sehat. Pemahaman peristiwa unik, aneh, dan misterius, baik menyangkut kondisi alam maupun sosial, memerlukan perangkat analisis tersendiri, terkait lingkungan alam dan kondisi sosial penyertanya. Sejak kelahiran dan kematian, sebagai pribadi atau kelompok sosial, dalam masyarakat atau dialam semesta, sebagai microcosmos sekaligus macrososmos, kehidupan manusia selalu diselimuti berbagai misteri. Kelahiran-kematian terjadi silih berganti; kegunaan-kenistaan, kearifan-kebebalan, kebajikan-kebatilan, bergulir susul-menyusul; keberhasilan-kegagalan, kebahagiaan-kepedihan, melingkar berselang seling, semuanya berakhir sia-sia. Pula, alam semesta dalam batas cakrawala tak berujung; auman binatang liar-buas-meraung melengking menakutkan; hutan belantara-semak berduri-terjatuh lusuh mengerikan; semuanya nyata dipelupuk mata. Semua itu menjadi suapan orang seorang tiada henti, menyertai sekaligus merisaukan perjalanan panjang peradaban umat manusia, menjadi bukti bahwa dunia sana ada kekuatan pengatur lalu lintas hidup, ditambah ekosistem mengkondisikan lingkungan, termasuk spirit, ruh dan jiwa budaya zaman serta dinamika perubahan perilaku sosial.
Ide dasar penciptaan seni terapan saat ini jelas dipengarui penciptaan karya masa lampau, sejak masa akhir zaman madya penting untuk ditelusuri, diungkap, dan dirumuskan kembali, sesuai tahap-tahap perkembangannya, sesuai spirit, ruh, dan jiwa budaya yang bergerak dinamis. Ide dasar penciptaan seni terapan Indonesia khususnya di Sulawesi selatan, dapat ditelusuri melalui tersedianya fakta fisik, fakta social, dan fakta mental, yakni data yang menjadi fakta sejarah. Fakta itu sejalan dengan pergeseran kekuasaan fisik dari masa animisme ke masa hinduis, dari hinduis sampai turunnya tomanurung dan terbentuknya kerajaan,  dari hinduis kerajaan-ke kerajaan Islam yang menempatkan raja sebagai sosok penerima wahyu (keberuntungan) untuk menyampaikan kebajikan kepada umat manusia dimuka bumi. Pergeseran pusat kekuasaan itu diyakini menyertakan konsep filosofi dan metodologi penciptaan seni terapan tersendiri, yang pada saatnya menjadi landasan dasar penciptaan karya seni, terlihat melalui perbedaan-persamaan visualisasi estetik pada setiap babak sejarahnya. Dapat dinyatakan, bahwa setiap periode zaman selalu hadir karya seni terapan yang unik dan karakteristik, sehingga konsep filosofi dan metodologi penciptaannya seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap pembahasan yang dilakukan.   
            Kenyataan itu membangkitkan spirit pengembaraan jiwa dan penjelajahan sukma yang merintis jalan lahirnya konsep filosofi estetik dalam disiplin kreatif terhadap sebuah penciptaan seni rupa terapan. Luapan emosi yang bergelora membenamkan diri pribadi yang memicu penghayatan moral spiritual seseorang, bahkan merabuk masuk bagi tumbuh suburnya kepekaan rasa. Pemahaman misteri kehidupan di alam semesta menghasilkan pengalaman eksklusif-spekulatif, suatu cara pandang yang dibangun diatas sentuhan penghayatan metafisika. Cara pandang ini membentuk keyakinan kepercayaan, mempengaruhi perilaku hidup pribadi dan komunitas sosial. Temuan penghayatan tersebut memiliki keunggulan komparatif, sebagai wujud panggilan jiwa spiritual budi luhur bangsa timur. Catatan naratif ini melukiskan ciri khusus pekatnya etika dan estetika bangsa Indonesia, khususnya suku-suku yang berada di Sulawesi selatan sebagai cerminan hingar bingar penghayatan mendalam spirit, ruh, dan jiwa budaya Timur sekaligus merupakan parade dimensi kehidupan, yang lebih lanjut menjadi landasan setiap kegiatan hidup dan cipta seni.
            Disiplin dan gagasan kreatif menghasilkankan cipta seni yaitu sebuah sistem, bukan sejumlah unsur yang terkumpul secara tidak beraturan. Seperti halnya system-sistem lain, disiplin kreatif, unsur-unsur seni “teratur/diatur” seperti pola-pola yang berulang, sehingga kalau satu bagian saja yang ditampilkan, seorang seniman dapat memberikan interpretasi dan dapat melengkapi keseluruhan “maksud” dengan melakukan treatment tertentu. Dengan keteraturan itu dapat dijabarkan lebih lanjut dengan menyatakan bahwa seni itu sistematis. Artinya, dapat diurai menjadi satuan-satuan terbatas yang terkombinasi menurut kaidah-kaidah yang dapat diinterpretasi dan dipahami. Kemudian, berdasarkan pemahaman dan interpretasi itu dapat digarap lebih lanjut sehingga menjadi satu kesatuan ekspresi yang utuh, lengkap. Disamping itu juga dapat dikatakan bahwa seni juga bersifat sitemik. Artinya, seni bukan merupakan sebuah system yang tunggal, melainkan terdiri dari beberapa macam subsistem yang sekurang-kurangnya dapat dibedakan menjadi subsistem medium, subsistem vokabulari dan subsistem gramatik.
            Itulah bentuk analisis metafisika tentang disiplin kreatif. Manusia dan alam bergayut hikmat, tetapi usaha penciptaan seni rupa terapan yang mempengaruhi pola pikir dan prilaku hidup dalam memahami misteri kehidupan dan kondisi alam semesta itu biasa dihubungkan dengan kekuatan gaib, landasan dasar kehangatan sistem kepercayaan dan mekanisme ritual magis. Moral spiritual berkembang subur, menjelma menjadi konsep nilai dan pranata sosial.
            Hikmat kesadaran moral spiritual menuntun pertumbuhan cipta, rasa, karsa, pemicu pengembangan dan perwujudan seni terapan, seperti terekam dibalik bentuk fisiknya. Visualisasi konsep nilai, idealisasi (cita-cita) dan gagasan kreatif dibangun diatas landasan keyakinan-kepercayaan, didirikan berdasarkan keseimbangan microcosmos dan macrocosmos, cermin berbaurnya konsep mitologis, ontologis, dan fungsional; Tapak tilas konsep penciptaan seni terapan di masa lampau yang karya ciptanya masih dapat dinikmati hingga kini.
Sifat Kretif dalam Penciptaan Karya
Manusia pribadi memiliki karakter, namun terjadi perubahan sikap, ketika berada dalam kondisi kompleks. Dari waktu kewaktu, temperamen orang mengalami perubahan, peragai pribadi berubah beragam. Kondisi ini merupakan esensi makna kehidupan yang merepresentasikan jagad cilik, sekaligus potret jagad yang melukiskan keterkaitan kondisi pribadi,  kelompok sosial, dan alam semesta. Suatu realitas hidup masa lampau dibawah langit, terekam dibalik bentuk karya seni. Sebab itu, hasil karya merupakan personifikasi diri pribadi yang kompleks, juga gambaran sifat dan karakter masyarakat yang komunal dan heterogin.
            Diatas telah dijelaskan bahwa seni adalah ‘suatu sistem’. Sebagai suatu sistem, seni memadukan dunia gagasan atau dunia essensi dengan dunia empirik  atau dunia medium. Medium itu bersifat universal sebab dapat berupa gerak, bunyi, bentuk-bentuk visual ataupun gabungan dari dua atau ketiganya. Jika dikatakan seni merupakan suatu sistem, berarti setiap karya seni selalu dikreasi/atau diciptakan secara sistematis dan sekaligus juga sistemis. Dari model yang tergambar di atas, dapat kita pahami bahwa ilmu kreatif dapat di bagi menjadi beberapa bidang ilmu, yaitu ilmu yang berkaitan dengan dunia empirik dari realitas kreatifitas itu sendiri. Rana atau domain seni yang berkenaan dengan dunia empirik diteliti dan diuraikan dalam organologi pengetahuan bahan. Sedangkan rana atau dominan seni yang terkait dengan dunia idea tau dunia gagasan pada hakikatnya adalah dunia makna yang diwadahi oleh domain atau rana lain yaitu dunia empirik seni, sebab domain ini memiliki karakter wujud yang bersifat filosofis. Oleh karena itu domain ini sesungguhnya adalah domain filsafat seni, yang maksudnya bukan semata-mata filsafat tentang seni tetapi adalah epistemology penciptaan seni. Pada hakekatnya epistemology penciptaan seni adalah cabang filsafat yang mengkaji sifat alamiah seni, khususnya yang berkenaan dengan pondasi atau dasar, lingkup, dan syarat sahnya keindahan yang digunakan. Dari epistemology penciptaan itulah maka seni dapat dipahami.
            Sadar atau tidak, tiap seniman dan/atau pengguna seni dalam masyarakat tertentu mengungkapkan ciri khas pribadinya dalam realitas kreatif pada karya seni yang dikreasi dan dimanfaatkannya sebagai seni terapan, sehingga seni bagi tiap seniman atau masyarakat pengguna adalah sarana untuk menyatakan diri dan eksistensi. Pernyataan diri dan eksistensi seni yang dipilih adalah ciri khasnya yang tidak dimiliki oleh seniman dan masyarakat pengguna lain. Kalau kita meminjam disiplin linguistik, domain ini dapat dikatakan bahwa tiap seniman memiliki idiolek artistik. Artinya, setiap seniman memiliki vokabuler pribadi yang merupakan ideom dan kebiasaan sebagai manifestasi cara ungkap yang khas dan unik dalam menyatakan “sesuatu” lewat sini. Gagasan ini berkaca dari strategi analisis Fedinan de Sausure dalam linguistic, yang membedakan sistim bahasa pada akal budi pemakainnya dalm kelompok sosial serta manifestasi dan realisasi nyata dalam tiap pemakai bahasa.
            Kreatif adalah seni, sebagai system komunikasi (apapun yang dikomunikasikan), sedangkan parole kreatif adalah dunia nyata dari wujud artistik yang ditentukan oleh aktualitas karakter pribadi berikut kompetensi dan “performance” dari seniman dan pengguna seninya. Jadi, variasi seni yang banyak itu serta dengan ragam kreatifitas dalam berkarya seni adalah variasi-variasi artistik yang disebut parole artistik. Dalam linguistik makna adalah kaitan antara kata dengan pengertian dari kata itu. Diantara devinisi yang ada salah satu diantaranya menekankan pengertian pada “suatu sifat intrinsik”. Oleh karena itu, sesungguhnya domain seni yang terkait dengan gagasan, dengan filsafat seni dan bahkan juga dengan epistemologi penciptaan, pada hakekatnya adalah suatu sifat intrinsik dari suatu karya seni itu sendiri.
Berkarya kreatif selalu dipresentasikan atau diungkapkan dalam suatu konteks. Oleh karena itu selalu ada unsur tertentu yang menyebabkan serasi dan tidaknya sistim di dalam struktur atau konstruk seni. Unsur-unsur di luar struktur atau konstruk seni itu, dapat dikatakan sebagai ekstrastruktural atau ekstrakonstruksional. Seringkali, batas-batas yang dapat menunjuk entitas-entitas struktur seni dengan entitas-entitas ekstrastruktural tidak selalu jelas. Karena entitas struktural adalah sesuatu yang terkait dengan hasil kepentingan praktis diluar struktur seni.

Denotasi Dan Pendekatan Kreatif
            Seni bersifat produktif. Artinya, sebagai sistim yang terdiri dari unsur-unsur yang jumlahnya sangat terbatas, pada kenyataannya seni dapat diproduksi secara tidak terbatas. Dalam tahap observasi dan klasifikasi. Seni juga bersifat unik, tiap karya seni memiliki system yang khas yang tidak harus ada dalam karya seni yang lain, supaya para seniman dapat saling bekerja sama dan berinteraksi (komunikasi) satu sama lain dalam menyatakan ekspresi tertentu secara kolektif atau bersama-sama, supaya dapat memiliki satu gagasan atau ide tertentu, seni digunakan berdasarkan suatu kesepakatan yang telah dipahami oleh sekelompok seniman tertentu. Artinya, sesuatu diberi makna dan ditata sedemikian rupa, sehingga pemaknaan dan penataannya dilakukan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah diterima secara cultural. Untuk dapat terlibat dalam pemaknaan dan penataan, para pengguna hanya tinggal mempelajari caranya.
  Kita dapat mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta artistik, tanpa memberikan teori apapun. Disiplin kreatif dapat menggunakan pendekatan yang pernah dilakukan oleh disiplin-disiplin yang lain. Artinya, disiplin kreatif dapat meminjam pendekatan atau paradigma disiplin lain. Namun demikian, untuk lebih lengkapnya dapat ditambahkan beberapa hal sebagai berikut.
            Disiplin ini adalah tepat jika mendekati seni secara deskriptif, dan tidak secara preskriptif. Mendekati seni secara deskriptif berarti berusaha menyajikan member atribut atau nama-nama suatu konsep, kemudian menggambarkan, mempresentasikan, menjelaskan, dan membuat klasifikasi konsep-konsep. Sedangkan pendekatan yang bersifat preskriptif adalah suatu pendekatan yang cenderung membuat, menetapkan, dan mempertahankan aturan-aturan atau regulasi.
Hal ini sangat penting dijelaskan disini, karena yang diperlukan dalam disiplin kreatif adalah mencari pemahaman mengenai apa dan bagaimana sebenarnya yang terungkap didalam karya seni oleh seniman atau oleh para penggunanya. Disiplin ini bukan menciptakan aturan apa dan bagaimana yang seharusnya terungkapkan dalam karya seni. Pendek kata, disiplin ini tidak dimaksudkan untuk menyusun kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, atau aturan-aturan mengenai apa yang benar dan yang salah. Disiplin ini adalah merumuskan pemahaman mengenai kaidah, prinsip dan aturan-aturan yang telah ada dalam pembentukan realitas kreatifitas artistik, menjadi suatu pengetahuan yang dapat di-share untuk keperluan-keperluan yang lebih luas. Mestinya disiplin ini tidak berusaha untuk memaksakan aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan prinsip-prinsip suatu karya atau seni tertentu dalam rangka untuk karya seni yang lain.
Pendekatan seperti ini jika dilakukan sama halnya tidak mengakui bahwa seni adalah wujud ekspresi yang bersifat khas. Tidak percaya bahwa seni bersifat unik. Tadak mengakui bahwa tiap karya seni memiliki sistim yang khas yang tidak harus ada dalam karya seni yang lain. Memang, ada pula banyak karya seni yang memiliki system yang bersamaan. Namun, system yang bersamaan itu baru dapat diakui apabila telah terbukti adanya kebersamaan itu. Disiplin ini mesti memperlakukan karya seni sebagai suatu system, bukan hanya sebagai kumpulan unsur-unsur yang terlepas satu sama lain. Oleh karena itu, mesti memahami struktur yang ada, memahami saling kait antara unsur sehingga terbentuk suatu kesatuan yang bersifat fungsional, dan dapat menegaskan tiap unsur satu sama lain juga bersifat fungsional.
Kemudian, disiplin kreatif mesti juga memperlakukan karya bukan sebagai sesuatu yang bersifat statis, melainkan sesuatu yang bersifat dinamis. Artinya, setiap karya seni selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial budaya seniman dan masyarakat penggunanya. Dan pendekatan untuk disiplin kreatif dapat dilakukan dengan cara deskriptif yang bersifat sinkronis atau secara deskriptif yang bersifat diakronomis. Pendekatan deskriptif-sinkronis adalah suatu pendekatan yang mempelajari berbagai aspek kreatif pada suatu titik waktu atau masa tertentu, sedangkan pendekatan deskriptif diakronis adalah pendekatan yang mempelajari perkembangan realitas kreatif dari suatu titik waktu tertentu dengan waktu yang lain.      

 Metodologis Disiplin Kreatif
            Berkarya jelas membutuhkan konsep kreatif sehingga menghasilkan  penciptaan (hasil) yang representatife untuk khalayak. Proses penciptaan seni terapan dapat dilakukan secara intuitif, tetapi dapat pula ditempuh melalui metode ilmiah yang direncanakan secaraseksama, analisis dan sistematis. Dalam konteks metodologis, terdapat tiga tahap penciptaan seni terapan, yaitu eksplorasi, perancangan, dan perwujudan.
v  Pertama, tahap eksplorasi, meliputi aktifitas penjelajahan menggali sumber ide dengan langkah identifikasi dan perumusan masalah; Penelusuran, penggalian, pengumpulan data, dan resensi; berikut pengolahan dan analisis data untuk mendapatkan simpul penting konsep pemecahan masalah secara teoretis, yang hasilnya dipakai sebagai dasar perancangan.
v  Kedua, Tahap perancangan yang dibangun berdasarkan perolehan butir penting hasil analisis yang dirumuskan, diteruskan visualisasi gagasan dalam bentuk sketsa alternatif, kemudian ditetapkan pilihan sketsa terbaik sebagai acuan reka bentuk atau dengn gambar teknik yang berguna bagi perwujudannya.
v  Tiga, Tahap perwujudan, bermula dari pembuatan model sesuai sketsa alternatif atau gambar teknik yang telah disiapkan menjadi model prototype sampai ditemukan kesempurnaan karya yang dikehendaki.
            Proses pengalihan gagasan menjadi sebuah karya seni berwal dari gambar teknik yang dilakukan secara rinci dan detail, bermula dari perumusan masalah hingga hingga solusi pemecahannya, lengkap dengan gambar proyeksi, potongan, hubungan, ukuran, dan perspektifnya. Dengn cara itu, hasil akhir karya seni terapan yang diinginkan dapat dideteksi sejak awal, meliputi kwalitas material, teknik konstruksi, bentuk dan unsur estetik, brtikut fungsi fisik dan sosial kulturalnya.
            Berbeda dengan proses penciptaan seni terapan sebagai ungkapan ekspresi pribadi, penciptaan seni terapan yang berfungsi praktis dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada penciptaan seni terapan sebagai ekspresi pribadi, sejak awal belum diketahui hasil akhir yang hendak dicapai. Hal itu disebabkan karena penciptaannya berlangsung melalui proses perwujudan yang selalu berubah dan berkembang yang terikat terkondisi oleh ruang dan waktu; sedangkan seni terapan yang bertujuan untuk layanan public, sejak awal hasil akhir yang dikehendaki telah diketahui dengan pasti berdasarkan gambar teknik yang lengkap, detail, dan mantap. Rancangan seperti itu umumnya disiapkan bagi prodak berfungsi praktis yang bisa dilakukan seniman terdidik, yaitu mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal dibidang seni.
            Tahap penciptaan seni terapan dapat diurai dengan beberapa langkah yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tahap eksplorasi, meliputi:
a.         Langkah pertama yaitu pengembaraan jiwa, pengamatan lapangan dan penggalian sumber referensi dan informasi, untuk menemukan tema atau berbagai persoalan (problem solving). Langkah ini dimaksudkan untuk menemukan tema dan rumusan masalah yang memerlukan pemecahan segera.
b.        Langkah kedua, yaitu penggalian landasan teori, sumber dan referensi, serta acuan visual, yang dapat digunakan sebagai material analisis, sehingga diperoleh konsep pemecahan yang signifikan. Penggalian sumber referensi itu mencakup data material, alat, teknik, konstruksi, metode, bentuk dan unsur estetik, aspek filosofi dan fungsi social cultural serta estimasi perspektif keunggulan pemecahan masalah yang ditawarkan.
                                                              
Berbagai acuan hasil studi dan pengembaraan jiwa, baik dalam bentuk narasi verbal, rekaman visual, maupun sumber acuan lainnya, kemudian dianalisis sehingga diperoleh rumusan butir penting pemecahan masalah, yang secara konseptual merupakan solusi terbaik terhadap masalah yang sedang dihadapi. Hasil analisis itu akan menjadi landasan visualisasi gagasan kreatif kedalam bentuk sket atau gambar teknik. Butir penting hasil analisis itu bermanfaat sebagai landasan penciptaan yang dikembangkan, merupakan bentuk pertanggungjawaban ilmiah atas projek penciptaan seni yang dilakukan.
Kedua, tahap perancangan, meliputi:
a.         Langkah pertama yakni tahap perancangan untuk menuangkan idea tau gagasan atau konsep dari deskripsi verbal hasil analisis yang dilakukan kedalam bentuk visual dalam batas rancangan dua dimensional. Penuangan gagasan kreatif menjadi rancangan dua dimensional itu dilakukan dengan perrtimbangan berbagai aspek, menyangkut kompleksitas nilai seni terapan antara lain aspek material, teknik, proses, metode, konstruksi, ergonomi, keamanan, kenyamanan, keselarasan, keseimbangan, bentuk, unsure estetik, gaya, filosofi, pesan, dan makna berikut fungsi social, ekonomi, dan budaya, serta peluang masa depannya.
b.        Langkah kedua, yaitu visualisasi gagasan dari rancangan sketsa alternative terpilih atau gambar teknik yang telah disiapkan menjadi suatu bentuk model prototype. Pembuatan model prototype ini dibangun berdasar butir penting hasil analisis yang berhasil dirumuskan, atau berdasarkan gambar teknik yang telah disiapkan. Penyajian dilaksanakan berdasarkan proses pembentukan karya seni yang berlaku yaitu berdasarkan gambar teknik berikut detail kelengkapannya atau berdasarkan model prototype tadi.
                                    
Ketiga, tahap perwujudan, meliputi:
a.         Langkah pertama, yaitu tahap perwujudan yang pelaksanaannya berdasarkan model prototype yang telah dianggap sempurna, termasuk penyelesaian akhir atau finising dan system kemasannya. Sudah barang tentu, dalam proses perwujudan itu diperlukan pemahaman yang cermat detail-detail model prototype yang telah dibuat sehingga mencapai bentuk fisik maupun unsure estetikanya sungguh-sungguh keinginan. Dalam konteks pembuatan barang yang berfungsi praktis, sangat kecil kemungkinannya terjadi perubahan diluar rancangan yang telah dibuat; itu berbeda dengan perwujudan seni terapan sebagai ekspresi pribadi, yang berpeluang terjadi pengembangan pada saat berlangsungnya proses perwujudan.
b.        Langkah kedua, yaitu mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap hasil perwujudan yang sudah diselesaikan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh kesesuaian gagasan dengan hasil perwujudannya. Langkah ini mencakup pengujian berbagai aspek, baik dari segi tekstual maupun kontekstual, baik bagi karya seni terapan yang dirancang berfungsi praktis maupun karya yang bersifat ekspresi pribadi. Bagi karya seni yang berfungsi prakris, evaluasi dilakukan berdasar criteria karya fungsional yang berlaku dan anlitis, sampai pada kemungkinan dikembangkannya suatu eksebisi mendapatkan respons atau tanggapan dari masyarakat pengguna.
       Pengembaraan jiwa, yaitu suatu kegiatan awal dalam proses penciptaan seni terapan, dipandang penting dalam proses kreatif. Pengembaraan jiwa itu memberikan pengalaman batin luar biasa pada seseorang, seolah dirinya diurapi sinar terang, sehingga timbul sikap arif, bijak, dan budi luhur, terpancar melalui hasil seni yang diwujudkan. Kualitas makna yang signifikan bagi kehidupan manusia itu sesuai bisikan batin dan hati nurani penciptaannya. Pengembaraan jiwa dan penjelajahan imajinasi bias terjadi di seputar diri pribadi pencipta, di sekeliling komunitas sosialnya, di dunia imajinasi, alam gaib, dan transcendental, termasuk penjelajahan di sudut-sudut kehidupan yang tergelar di alam semesta. Pola tidak seperti itu merupakan salah satu langkah penting yang dipandang bermanfaat bagi pertumbuhan kreativitas, yang bias ditempuh melalui kajian pustaka, pengamatan lapangan, dan perenungan pribadi.
Melalui perenungan mendalam tumbuh jalinan hubungan-kait dengan wilayah jelajah transedental, ritual spiritual, dan religious, yang akhirnya menjadi hompunan imajinatif material olahan. Hasilnya pengaruh pada bobot dan kualitas karya seni yang diciptakan, suatu bentuk pencitraan olahan konperehensif hasil analisis hasil analisis yang melibatkan ketiga komponen dalam diri pribadi manusia.
Penutup 
            Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa temuan teoretik ide dasar penciptaan seni rupa terapan kini tidak lebih didasari oleh adanya penciptaan seni terapan masa lampau. Maksudnya dalam penciptaan seni terapan di Indonesia (Sulawesi selatan) jelas membutuhkan konsep berpikir seperti adanya disiplin kreatif sehingga karya seni yang tercipta mencapai harmoni.    
Manfaat langsung dari disiplin ini dapat dipetik para seniman yang hendak memperdalam disiplin kreatif atau penciptaan yang berkaitan dengan seni. Penelitian yang hendak memperdalam ilmu dalam disiplin kreatif sudah semetinya menguasai atau minimal memaklumi sifat-sifat seni, muatan konpetensi karya seni, dan batas-batas dari kompetensi itu. Sebab, karya seni tidak akan pernah ada apabila tidak ada unsur-unsur artistik. Bahkan, bila disiplin ini tidak tegak dan kokoh berdiri, maka para seniman akan mendapatkan sumbangan segar untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang jelas paradigm artistik sebagai dasar pijakan karyanya.
Yang jelas, disiplin ini dapat dikategorikan sebagai lmu uang bersifat ideographic, yaitu ilmu yang berkonsentrasi pada kasus-kasus dengan keunikan yang fungsional bagi individu maupun komunitas tertentu, bukan bersifat nomotetik yang berusaha membangun generalisasi. Sebagai disiplin, kreatif bersifat otonom karena disiplin artistic meneliti seni sebagai data utama. Untuk itu, agar dapat berkembang menjadi satu disiplin yang mapan, studi artistic harus berusaha mengembangkan perangkat prosedur penelitian yang bersifat standar. Memang harus diakui bahwa diluar disiplin kreatif sedikit ilmu-ilmu lain yang menaruh minat kepada seni yang antara lain antropologi, filsafat, psikologi, dan juga sosiologi. Namun, tegas-tegas harus disadari bahwa perhatian mereka pada seni bukan terletak pada persoalan kreatif dalam seni sebagai objek utama.
Secara metodologis disiplin kreatif seni terapan dibangun berdasarkan tiga tahap, yang proses pertumbuhannya mengalami penyempurnaan terus menerus-menerus hingga mencapai tingkat yang klasik, adiluhung, monumental dan menyejarah. Disiplin kreatif seni rupa terapan yang tersaji dan tercipta, dibangun diatas landasan terjaganya keseimbangan iman, rasa, dan rasio. Seperti yang terkandung dalam diri pribadi. Ketiganya terjalin secara sinerjis, selaras dan seimbang, saling mengisi dan memenuhi. Jika tidak demikian, dipastikan terjadi kepincangan dan ketimpangan yang berakibat fatal bagi pribadi, sebab bisa terganggu jiwanya atau tanpa disadari seorang terjerumus untuk berbuat sesuatu yang merugikan pihak lain tanpa merasa bersalah yang memerlukan permintaan maaf. Lebih dari itu, dapat pula terjadi tumbuh subur nafsu untuk menguasai dan mengeksploitasi, yang sering berakibat fatal bagi masyarakat luas.

Cat:
(Tulisan ini telah diterbikan oleh Jurnal Harmoni Pendidikan Seni Rupa FKIP Unismuh Makassar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar