Meisar Ashari
Dosen Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

Kehadiran seni
terapan terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohani. Hasilnya diperlukan masyarakat secara terus menerus, sehingga
pembuatnya berlangsung turun-temurun menjadi tradisi. Sudah tentu disertai
penyempurnaan, perubahan, dan perkembangan. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa
eksistensi seni tradisional Indonesia, khususnya di Sulawesi selatan,
mengandung tiga muatan penting, yaitu: (1) mitologi; (2) ritual; dan(3) symbol
(Fichser, 1994). Ketiga muatan itu saling bergayut, mencerminkan kandungan
spirit, ruh, dan jiwa budaya bangsa, menyiratkan pencapaian kualitas astetik
seni tradisional Indonesia berkualitas tinggi, monumental dan menyejarah,
sekaligus bukti kualitas seniman atau perupa seni terapan masa lampau dalam
berkreasi.
Kata Kunci: Disiplin kreatif,
seni rupa terapan.
Pendahuluan
Setiap mahluk yang namanya manusia pasti memiliki
nilai-nilai estetika sehingga kreatifitas selalu hadir mendampingi untuk menjadi
barometer dalam memilah dan memilih, mana baik dan mana yang buruk, apakah itu
sikap atupun tindakan (action). Ada
satu contoh kasus yang menarik untuk kita telaah, ketika melihat kerajinan yang
indah, unik dan menonjol diantara kerajinan yang lain, seorang pengunjung
bergumam, “wah … ini kerajinan yang paling kreatif dan artistik.” Apa maksudnya ia menyebut kerajinan itu kreatif dan artistik? Itu
artinya bahwa orang itu sedang menunjukkan aktualisasi dirinya kalau sebenarnya
dia mampu menilai dan menunjukkannya kepada khalayak kalau dia bisa. Walau
sebenarnya maksud kreatif, artistik itu menunjukkan bahwa kerajinan itu
memiliki kandungan nilai-nilai yang membuat karya itu indah, bagus, menarik,
enak dipandang, atau dikhayati, sesuai sifat-sifat dari medium itu sendiri.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, setiap karya seni,
khususnya seni terapan selalu memiliki sifat-sifat kreatif. Diketahui, karya
seni rupa terapan di Indonesia sangat beragam dan tersebar diberbagai daerah di
Indonesia. Tanpa mengabaikan kosa etnik disetiap daerah ditetapkan bahwa seni
kriya dipandang cukup representatif guna memberikan ide dasar penciptaan seni
terapan yang mencakup konsep filosofi dan metodologi penciptaan. Keyakinan mengenai adanya sifat-sifat itu,
memungkinkan kita bertanya tentang banyak hal, terutama terkait dengan
sifat-sifat yang melekat pada seni terkhusus pada terapan, yaitu kreatifitas?
-
Dari mana asalnya kreatifitas, apa
sumbernya?
-
Bagaimana seniman membentuk dan
menghasilkan karya seni rupa terapan sehingga memiliki sifat-sifat artistik
kreatif, yang bagus, dan indah.
-
Apa itu keindahan menurut perspektif
seniman.
-
Apa yang dapat kita rasakan ketika
manemukan keindahan dalam seni.
Dari beberapa
pertanyaan diatas menunjukkan bahwa potensi seni rupa terapan yang kita miliki
perlu digali dan ditekuni untuk terus diamalkan. Jika terus ditekuni kelak akan menjadi suatu
disiplin yang disegani, yaitu disiplin kreatifitas nan artistik.
Dewasa ini dalam membangun disiplin kreatif terhadap seni
rupa terapan, itu erat kaitannya dengan penciptaan dan terkadang kita enggan
melakukan eksplorasi, pengkajian, dan perumusan ide dasar dan metodologi penciptaan sendiri sebagai
landasan penciptaan untuk menghasilka karya kreatif, yang mampu menunjukkan
paradigma baru yang komprehensif, utuh, dan padu.
Dalam disiplin kreatif atau sebuah penciptaan bentuk
pastilah berkenaan dengan nilai-nilai estetika yaitu mempelajari sistim tanda
yang digunakan oleh para seniman dan para pengguna seni lainnya untuk
menyatakan ekspresi, sehingga dengan sistim tanda itu dimungkinkan sesama
seniman dan para pengguna dapat saling bekerja sama, mengkomunikasikan
pesan-pesan nilai dan menyatakan eksistensi diri baik secara kolektif maupun
dengan cara sendiri-sendiri. Sistim
tanda itu pada dasarnya adalah alat atau sarana bagi seniman dan pengguna seni,
baik secara kolektif maupun secara personal untuk menyatakan eksistensi diri
dan pesan-pesan nilai sehingga dapat diapresiasi dan digunakan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu oleh pihak lain yang melihat, mendengar,
menyaksikan, dan menghayati pesan-pesan nilai dan eksistensi diri itu melalui
sistim tanda yang digunakan.
Fenomena sosial kultural itu mendorong perlunya
ditelusuri ide dasar penciptaan karya seni terapan masa lampau di Indonesia,
khususnya di Sulawesi selatan, sebagai titik tolak perumusan konsep filosofi
dan metodologi baru yang berguna bagi penciptaan seni terapan masa kini.
Pengalaman dalam berpikir kreatif untuk meramu pengaruh budaya tampaknya
menorehkan model kreasi yang layak diacu dan diteladani, karena melalui model
analisis mereka terbukti melahirkan karya seni yang berkualitas tinggi dan
monumental.
Penelusuran
Disiplin dan Gagasan Kreatif.
Penelusuran disiplin kreatif adalah suatu proses
kontenplasi penemuan ide atau gagasan dalam konteks penciptaan seni. Kendati
tidak dengan istilah yang sama, kehadiran seni terapan telah berlangsung dengan
waktu yang panjang, yaitu sejak masa kehidupan berburu dan meramu, disusul
kehidupan menetap dan tradisional, sampai pada zaman modern dan era global.
Kehadiran seni terapan terkait dengan kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Hasilnya diperlukan
masyarakat secara terus menerus, sehingga pembuatnya berlangsung turun-temurun
menjadi tradisi. Sudah tentu disertai penyempurnaan, perubahan, dan
perkembangan. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa eksistensi seni tradisional
Indonesia, khususnya di Sulawesi selatan, mengandung tiga muatan penting,
yaitu: (1) mitologi; (2) ritual; dan(3) symbol (Fichser, 1994). Ketiga muatan
itu saling bergayut, mencerminkan kandungan spirit, ruh, dan jiwa budaya
bangsa, menyiratkan pencapaian kualitas astetik seni tradisional Indonesia
berkualitas tinggi, monumental dan menyejarah, sekaligus bukti kualitas seniman
atau perupa seni terapan masa lampau dalam berkreasi.
Pengembaraan jiwa itu sangat unik, bersifat pribadi akan
tetapi universal, sampai pada titik simpul bahwa kehidupan di alam semesta
adalah sebuah misteri. Batas antara nyata dan tidak, tipis; berbagai peristiwa
unik, aneh dan misterius sering sulit dipahami akal sehat. Pemahaman peristiwa
unik, aneh, dan misterius, baik menyangkut kondisi alam maupun sosial,
memerlukan perangkat analisis tersendiri, terkait lingkungan alam dan kondisi
sosial penyertanya. Sejak kelahiran dan kematian, sebagai pribadi atau kelompok
sosial, dalam masyarakat atau dialam semesta, sebagai microcosmos sekaligus macrososmos,
kehidupan manusia selalu diselimuti berbagai misteri. Kelahiran-kematian
terjadi silih berganti; kegunaan-kenistaan, kearifan-kebebalan,
kebajikan-kebatilan, bergulir susul-menyusul; keberhasilan-kegagalan,
kebahagiaan-kepedihan, melingkar berselang seling, semuanya berakhir sia-sia.
Pula, alam semesta dalam batas cakrawala tak berujung; auman binatang
liar-buas-meraung melengking menakutkan; hutan belantara-semak berduri-terjatuh
lusuh mengerikan; semuanya nyata dipelupuk mata. Semua itu menjadi suapan orang
seorang tiada henti, menyertai sekaligus merisaukan perjalanan panjang
peradaban umat manusia, menjadi bukti bahwa dunia sana ada kekuatan pengatur
lalu lintas hidup, ditambah ekosistem mengkondisikan lingkungan, termasuk
spirit, ruh dan jiwa budaya zaman serta dinamika perubahan perilaku sosial.
Ide
dasar penciptaan seni terapan saat ini jelas dipengarui penciptaan karya masa
lampau, sejak masa akhir zaman madya penting untuk ditelusuri, diungkap, dan
dirumuskan kembali, sesuai tahap-tahap perkembangannya, sesuai spirit, ruh, dan
jiwa budaya yang bergerak dinamis. Ide dasar penciptaan seni terapan Indonesia
khususnya di Sulawesi selatan, dapat ditelusuri melalui tersedianya fakta
fisik, fakta social, dan fakta mental, yakni data yang menjadi fakta sejarah.
Fakta itu sejalan dengan pergeseran kekuasaan fisik dari masa animisme ke masa
hinduis, dari hinduis sampai turunnya tomanurung dan terbentuknya
kerajaan, dari hinduis kerajaan-ke
kerajaan Islam yang menempatkan raja sebagai sosok penerima wahyu
(keberuntungan) untuk menyampaikan kebajikan kepada umat manusia dimuka bumi.
Pergeseran pusat kekuasaan itu diyakini menyertakan konsep filosofi dan
metodologi penciptaan seni terapan tersendiri, yang pada saatnya menjadi
landasan dasar penciptaan karya seni, terlihat melalui perbedaan-persamaan
visualisasi estetik pada setiap babak sejarahnya. Dapat dinyatakan, bahwa setiap
periode zaman selalu hadir karya seni terapan yang unik dan karakteristik,
sehingga konsep filosofi dan metodologi penciptaannya seharusnya menjadi bagian
tak terpisahkan dari setiap pembahasan yang dilakukan.
Kenyataan itu membangkitkan spirit pengembaraan jiwa dan
penjelajahan sukma yang merintis jalan lahirnya konsep filosofi estetik dalam
disiplin kreatif terhadap sebuah penciptaan seni rupa terapan. Luapan emosi
yang bergelora membenamkan diri pribadi yang memicu penghayatan moral spiritual
seseorang, bahkan merabuk masuk bagi tumbuh suburnya kepekaan rasa. Pemahaman
misteri kehidupan di alam semesta menghasilkan pengalaman eksklusif-spekulatif,
suatu cara pandang yang dibangun diatas sentuhan penghayatan metafisika. Cara
pandang ini membentuk keyakinan kepercayaan, mempengaruhi perilaku hidup
pribadi dan komunitas sosial. Temuan penghayatan tersebut memiliki keunggulan
komparatif, sebagai wujud panggilan jiwa spiritual budi luhur bangsa timur.
Catatan naratif ini melukiskan ciri khusus pekatnya etika dan estetika bangsa
Indonesia, khususnya suku-suku yang berada di Sulawesi selatan sebagai cerminan
hingar bingar penghayatan mendalam spirit, ruh, dan jiwa budaya Timur sekaligus
merupakan parade dimensi kehidupan, yang lebih lanjut menjadi landasan setiap
kegiatan hidup dan cipta seni.
Disiplin dan gagasan kreatif menghasilkankan cipta seni
yaitu sebuah sistem, bukan sejumlah unsur yang terkumpul secara tidak
beraturan. Seperti halnya system-sistem lain, disiplin kreatif, unsur-unsur
seni “teratur/diatur” seperti pola-pola yang berulang, sehingga kalau satu
bagian saja yang ditampilkan, seorang seniman dapat memberikan interpretasi dan
dapat melengkapi keseluruhan “maksud” dengan melakukan treatment tertentu. Dengan keteraturan itu dapat dijabarkan lebih
lanjut dengan menyatakan bahwa seni itu sistematis. Artinya, dapat diurai
menjadi satuan-satuan terbatas yang terkombinasi menurut kaidah-kaidah yang
dapat diinterpretasi dan dipahami. Kemudian, berdasarkan pemahaman dan
interpretasi itu dapat digarap lebih lanjut sehingga menjadi satu kesatuan
ekspresi yang utuh, lengkap. Disamping itu juga dapat dikatakan bahwa seni juga
bersifat sitemik. Artinya, seni bukan merupakan sebuah system yang tunggal,
melainkan terdiri dari beberapa macam subsistem yang sekurang-kurangnya dapat
dibedakan menjadi subsistem medium, subsistem vokabulari dan subsistem
gramatik.
Itulah bentuk analisis metafisika tentang disiplin
kreatif. Manusia dan alam bergayut hikmat, tetapi usaha penciptaan seni rupa
terapan yang mempengaruhi pola pikir dan prilaku hidup dalam memahami misteri
kehidupan dan kondisi alam semesta itu biasa dihubungkan dengan kekuatan gaib,
landasan dasar kehangatan sistem kepercayaan dan mekanisme ritual magis. Moral
spiritual berkembang subur, menjelma menjadi konsep nilai dan pranata sosial.
Hikmat kesadaran moral spiritual menuntun pertumbuhan
cipta, rasa, karsa, pemicu pengembangan dan perwujudan seni terapan, seperti
terekam dibalik bentuk fisiknya. Visualisasi konsep nilai, idealisasi
(cita-cita) dan gagasan kreatif dibangun diatas landasan keyakinan-kepercayaan,
didirikan berdasarkan keseimbangan
microcosmos dan macrocosmos,
cermin berbaurnya konsep mitologis, ontologis, dan fungsional; Tapak tilas
konsep penciptaan seni terapan di masa lampau yang karya ciptanya masih dapat
dinikmati hingga kini.
Sifat
Kretif dalam Penciptaan Karya
Manusia
pribadi memiliki karakter, namun terjadi perubahan sikap, ketika berada dalam
kondisi kompleks. Dari waktu kewaktu, temperamen orang mengalami perubahan,
peragai pribadi berubah beragam. Kondisi ini merupakan esensi makna kehidupan
yang merepresentasikan jagad cilik, sekaligus potret jagad yang melukiskan
keterkaitan kondisi pribadi, kelompok
sosial, dan alam semesta. Suatu realitas hidup masa lampau dibawah langit,
terekam dibalik bentuk karya seni. Sebab itu, hasil karya merupakan
personifikasi diri pribadi yang kompleks, juga gambaran sifat dan karakter
masyarakat yang komunal dan heterogin.
Diatas telah dijelaskan bahwa seni adalah ‘suatu sistem’.
Sebagai suatu sistem, seni memadukan dunia gagasan atau dunia essensi dengan
dunia empirik atau dunia medium. Medium
itu bersifat universal sebab dapat berupa gerak, bunyi, bentuk-bentuk visual
ataupun gabungan dari dua atau ketiganya. Jika dikatakan seni merupakan suatu
sistem, berarti setiap karya seni selalu dikreasi/atau diciptakan secara
sistematis dan sekaligus juga sistemis. Dari model yang tergambar di atas,
dapat kita pahami bahwa ilmu kreatif dapat di bagi menjadi beberapa bidang
ilmu, yaitu ilmu yang berkaitan dengan dunia empirik dari realitas kreatifitas
itu sendiri. Rana atau domain seni yang berkenaan dengan dunia empirik diteliti
dan diuraikan dalam organologi pengetahuan bahan. Sedangkan rana atau dominan
seni yang terkait dengan dunia idea tau dunia gagasan pada hakikatnya adalah
dunia makna yang diwadahi oleh domain atau rana lain yaitu dunia empirik seni,
sebab domain ini memiliki karakter wujud yang bersifat filosofis. Oleh karena
itu domain ini sesungguhnya adalah domain filsafat seni, yang maksudnya bukan
semata-mata filsafat tentang seni tetapi adalah epistemology penciptaan seni.
Pada hakekatnya epistemology penciptaan seni adalah cabang filsafat yang
mengkaji sifat alamiah seni, khususnya yang berkenaan dengan pondasi atau
dasar, lingkup, dan syarat sahnya keindahan yang digunakan. Dari epistemology
penciptaan itulah maka seni dapat dipahami.
Sadar atau tidak, tiap seniman dan/atau pengguna seni
dalam masyarakat tertentu mengungkapkan ciri khas pribadinya dalam realitas
kreatif pada karya seni yang dikreasi dan dimanfaatkannya sebagai seni terapan,
sehingga seni bagi tiap seniman atau masyarakat pengguna adalah sarana untuk
menyatakan diri dan eksistensi. Pernyataan diri dan eksistensi seni yang
dipilih adalah ciri khasnya yang tidak dimiliki oleh seniman dan masyarakat
pengguna lain. Kalau kita meminjam disiplin linguistik, domain ini dapat
dikatakan bahwa tiap seniman memiliki idiolek
artistik. Artinya, setiap seniman memiliki vokabuler pribadi yang merupakan
ideom dan kebiasaan sebagai manifestasi cara ungkap yang khas dan unik dalam
menyatakan “sesuatu” lewat sini. Gagasan ini berkaca dari strategi analisis
Fedinan de Sausure dalam linguistic, yang membedakan sistim bahasa pada akal
budi pemakainnya dalm kelompok sosial serta manifestasi dan realisasi nyata
dalam tiap pemakai bahasa.
Kreatif adalah seni, sebagai system komunikasi (apapun
yang dikomunikasikan), sedangkan parole
kreatif adalah dunia nyata dari wujud artistik yang ditentukan oleh aktualitas
karakter pribadi berikut kompetensi dan “performance”
dari seniman dan pengguna seninya. Jadi, variasi seni yang banyak itu serta
dengan ragam kreatifitas dalam berkarya seni adalah variasi-variasi artistik
yang disebut parole artistik. Dalam linguistik makna adalah kaitan antara kata
dengan pengertian dari kata itu. Diantara devinisi yang ada salah satu
diantaranya menekankan pengertian pada “suatu sifat intrinsik”. Oleh karena
itu, sesungguhnya domain seni yang terkait dengan gagasan, dengan filsafat seni
dan bahkan juga dengan epistemologi penciptaan, pada hakekatnya adalah suatu
sifat intrinsik dari suatu karya seni itu sendiri.
Berkarya
kreatif selalu dipresentasikan atau diungkapkan dalam suatu konteks. Oleh
karena itu selalu ada unsur tertentu yang menyebabkan serasi dan tidaknya
sistim di dalam struktur atau konstruk seni. Unsur-unsur di luar struktur atau
konstruk seni itu, dapat dikatakan sebagai ekstrastruktural atau
ekstrakonstruksional. Seringkali, batas-batas yang dapat menunjuk
entitas-entitas struktur seni dengan entitas-entitas ekstrastruktural tidak
selalu jelas. Karena entitas struktural adalah sesuatu yang terkait dengan
hasil kepentingan praktis diluar struktur seni.
Denotasi
Dan Pendekatan Kreatif
Seni bersifat
produktif. Artinya, sebagai sistim yang terdiri dari unsur-unsur yang jumlahnya
sangat terbatas, pada kenyataannya seni dapat diproduksi secara tidak terbatas.
Dalam tahap observasi dan klasifikasi. Seni juga bersifat unik, tiap karya seni
memiliki system yang khas yang tidak harus ada dalam karya seni yang lain, supaya
para seniman dapat saling bekerja sama dan berinteraksi (komunikasi) satu sama
lain dalam menyatakan ekspresi tertentu secara kolektif atau bersama-sama,
supaya dapat memiliki satu gagasan atau ide tertentu, seni digunakan
berdasarkan suatu kesepakatan yang telah dipahami oleh sekelompok seniman
tertentu. Artinya, sesuatu diberi makna dan ditata sedemikian rupa, sehingga
pemaknaan dan penataannya dilakukan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang
telah diterima secara cultural. Untuk dapat terlibat dalam pemaknaan dan
penataan, para pengguna hanya tinggal mempelajari caranya.
Kita dapat mengumpulkan dan
menggolong-golongkan segala fakta artistik, tanpa memberikan teori apapun.
Disiplin kreatif dapat menggunakan pendekatan yang pernah dilakukan oleh disiplin-disiplin
yang lain. Artinya, disiplin kreatif dapat meminjam pendekatan atau paradigma
disiplin lain. Namun demikian, untuk lebih lengkapnya dapat ditambahkan
beberapa hal sebagai berikut.
Disiplin ini adalah tepat jika mendekati seni secara
deskriptif, dan tidak secara preskriptif. Mendekati seni secara deskriptif
berarti berusaha menyajikan member atribut atau nama-nama suatu konsep,
kemudian menggambarkan, mempresentasikan, menjelaskan, dan membuat klasifikasi
konsep-konsep. Sedangkan pendekatan yang bersifat preskriptif adalah suatu
pendekatan yang cenderung membuat, menetapkan, dan mempertahankan aturan-aturan
atau regulasi.
Hal
ini sangat penting dijelaskan disini, karena yang diperlukan dalam disiplin
kreatif adalah mencari pemahaman mengenai apa dan bagaimana sebenarnya yang
terungkap didalam karya seni oleh seniman atau oleh para penggunanya. Disiplin
ini bukan menciptakan aturan apa dan bagaimana yang seharusnya terungkapkan
dalam karya seni. Pendek kata, disiplin ini tidak dimaksudkan untuk menyusun
kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, atau aturan-aturan mengenai apa yang benar dan
yang salah. Disiplin ini adalah merumuskan pemahaman mengenai kaidah, prinsip
dan aturan-aturan yang telah ada dalam pembentukan realitas kreatifitas
artistik, menjadi suatu pengetahuan yang dapat di-share untuk keperluan-keperluan yang lebih luas. Mestinya disiplin
ini tidak berusaha untuk memaksakan aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan
prinsip-prinsip suatu karya atau seni tertentu dalam rangka untuk karya seni
yang lain.
Pendekatan
seperti ini jika dilakukan sama halnya tidak mengakui bahwa seni adalah wujud
ekspresi yang bersifat khas. Tidak percaya bahwa seni bersifat unik. Tadak
mengakui bahwa tiap karya seni memiliki sistim yang khas yang tidak harus ada
dalam karya seni yang lain. Memang, ada pula banyak karya seni yang memiliki
system yang bersamaan. Namun, system yang bersamaan itu baru dapat diakui
apabila telah terbukti adanya kebersamaan itu. Disiplin ini mesti memperlakukan
karya seni sebagai suatu system, bukan hanya sebagai kumpulan unsur-unsur yang
terlepas satu sama lain. Oleh karena itu, mesti memahami struktur yang ada,
memahami saling kait antara unsur sehingga terbentuk suatu kesatuan yang
bersifat fungsional, dan dapat menegaskan tiap unsur satu sama lain juga
bersifat fungsional.
Kemudian,
disiplin kreatif mesti juga memperlakukan karya bukan sebagai sesuatu yang
bersifat statis, melainkan sesuatu yang bersifat dinamis. Artinya, setiap karya
seni selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial budaya
seniman dan masyarakat penggunanya. Dan pendekatan untuk disiplin kreatif dapat
dilakukan dengan cara deskriptif yang bersifat sinkronis atau secara deskriptif
yang bersifat diakronomis. Pendekatan deskriptif-sinkronis adalah suatu
pendekatan yang mempelajari berbagai aspek kreatif pada suatu titik waktu atau
masa tertentu, sedangkan pendekatan deskriptif diakronis adalah pendekatan yang
mempelajari perkembangan realitas kreatif dari suatu titik waktu tertentu
dengan waktu yang lain.
Metodologis
Disiplin Kreatif
Berkarya jelas membutuhkan konsep kreatif sehingga
menghasilkan penciptaan (hasil) yang
representatife untuk khalayak. Proses penciptaan seni terapan dapat dilakukan
secara intuitif, tetapi dapat pula ditempuh melalui metode ilmiah yang
direncanakan secaraseksama, analisis dan sistematis. Dalam konteks metodologis,
terdapat tiga tahap penciptaan seni terapan, yaitu eksplorasi, perancangan, dan
perwujudan.
v Pertama,
tahap eksplorasi, meliputi aktifitas penjelajahan menggali sumber ide dengan
langkah identifikasi dan perumusan masalah; Penelusuran, penggalian,
pengumpulan data, dan resensi; berikut pengolahan dan analisis data untuk
mendapatkan simpul penting konsep pemecahan masalah secara teoretis, yang
hasilnya dipakai sebagai dasar perancangan.
v Kedua,
Tahap perancangan yang dibangun berdasarkan perolehan butir penting hasil
analisis yang dirumuskan, diteruskan visualisasi gagasan dalam bentuk sketsa
alternatif, kemudian ditetapkan pilihan sketsa terbaik sebagai acuan reka
bentuk atau dengn gambar teknik yang berguna bagi perwujudannya.
v Tiga,
Tahap perwujudan, bermula dari pembuatan model sesuai sketsa alternatif atau
gambar teknik yang telah disiapkan menjadi model prototype sampai ditemukan
kesempurnaan karya yang dikehendaki.
Proses pengalihan gagasan menjadi sebuah karya seni
berwal dari gambar teknik yang dilakukan secara rinci dan detail, bermula dari
perumusan masalah hingga hingga solusi pemecahannya, lengkap dengan gambar
proyeksi, potongan, hubungan, ukuran, dan perspektifnya. Dengn cara itu, hasil
akhir karya seni terapan yang diinginkan dapat dideteksi sejak awal, meliputi
kwalitas material, teknik konstruksi, bentuk dan unsur estetik, brtikut fungsi
fisik dan sosial kulturalnya.
Berbeda dengan proses penciptaan seni terapan sebagai
ungkapan ekspresi pribadi, penciptaan seni terapan yang berfungsi praktis dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada penciptaan seni terapan sebagai ekspresi
pribadi, sejak awal belum diketahui hasil akhir yang hendak dicapai. Hal itu
disebabkan karena penciptaannya berlangsung melalui proses perwujudan yang
selalu berubah dan berkembang yang terikat terkondisi oleh ruang dan waktu;
sedangkan seni terapan yang bertujuan untuk layanan public, sejak awal hasil
akhir yang dikehendaki telah diketahui dengan pasti berdasarkan gambar teknik
yang lengkap, detail, dan mantap. Rancangan seperti itu umumnya disiapkan bagi
prodak berfungsi praktis yang bisa dilakukan seniman terdidik, yaitu mereka
yang pernah mengenyam pendidikan formal dibidang seni.
Tahap penciptaan seni terapan dapat diurai dengan
beberapa langkah yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tahap
eksplorasi, meliputi:
a.
Langkah pertama yaitu pengembaraan jiwa,
pengamatan lapangan dan penggalian sumber referensi dan informasi, untuk menemukan
tema atau berbagai persoalan (problem solving). Langkah ini dimaksudkan untuk
menemukan tema dan rumusan masalah yang memerlukan pemecahan segera.
b.
Langkah kedua, yaitu penggalian landasan
teori, sumber dan referensi, serta acuan visual, yang dapat digunakan sebagai
material analisis, sehingga diperoleh konsep pemecahan yang signifikan.
Penggalian sumber referensi itu mencakup data material, alat, teknik,
konstruksi, metode, bentuk dan unsur estetik, aspek filosofi dan fungsi social
cultural serta estimasi perspektif keunggulan pemecahan masalah yang
ditawarkan.
Berbagai acuan hasil studi dan pengembaraan jiwa,
baik dalam bentuk narasi verbal, rekaman visual, maupun sumber acuan lainnya,
kemudian dianalisis sehingga diperoleh rumusan butir penting pemecahan masalah,
yang secara konseptual merupakan solusi terbaik terhadap masalah yang sedang
dihadapi. Hasil analisis itu akan menjadi landasan visualisasi gagasan kreatif
kedalam bentuk sket atau gambar teknik. Butir penting hasil analisis itu
bermanfaat sebagai landasan penciptaan yang dikembangkan, merupakan bentuk
pertanggungjawaban ilmiah atas projek penciptaan seni yang dilakukan.
Kedua,
tahap perancangan, meliputi:
a.
Langkah pertama
yakni tahap perancangan untuk menuangkan idea tau gagasan atau konsep dari
deskripsi verbal hasil analisis yang dilakukan kedalam bentuk visual dalam
batas rancangan dua dimensional. Penuangan gagasan kreatif menjadi rancangan
dua dimensional itu dilakukan dengan perrtimbangan berbagai aspek, menyangkut
kompleksitas nilai seni terapan antara lain aspek material, teknik, proses,
metode, konstruksi, ergonomi, keamanan, kenyamanan, keselarasan, keseimbangan,
bentuk, unsure estetik, gaya, filosofi, pesan, dan makna berikut fungsi social,
ekonomi, dan budaya, serta peluang masa depannya.
b.
Langkah kedua,
yaitu visualisasi gagasan dari rancangan sketsa alternative terpilih atau
gambar teknik yang telah disiapkan menjadi suatu bentuk model prototype.
Pembuatan model prototype ini dibangun berdasar butir penting hasil analisis
yang berhasil dirumuskan, atau berdasarkan gambar teknik yang telah disiapkan.
Penyajian dilaksanakan berdasarkan proses pembentukan karya seni yang berlaku
yaitu berdasarkan gambar teknik berikut detail kelengkapannya atau berdasarkan
model prototype tadi.
Ketiga,
tahap perwujudan, meliputi:
a.
Langkah pertama,
yaitu tahap perwujudan yang pelaksanaannya berdasarkan model prototype yang
telah dianggap sempurna, termasuk penyelesaian akhir atau finising dan system
kemasannya. Sudah barang tentu, dalam proses perwujudan itu diperlukan
pemahaman yang cermat detail-detail model prototype yang telah dibuat sehingga
mencapai bentuk fisik maupun unsure estetikanya sungguh-sungguh keinginan.
Dalam konteks pembuatan barang yang berfungsi praktis, sangat kecil
kemungkinannya terjadi perubahan diluar rancangan yang telah dibuat; itu
berbeda dengan perwujudan seni terapan sebagai ekspresi pribadi, yang
berpeluang terjadi pengembangan pada saat berlangsungnya proses perwujudan.
b.
Langkah kedua,
yaitu mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap hasil perwujudan yang sudah
diselesaikan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh
kesesuaian gagasan dengan hasil perwujudannya. Langkah ini mencakup pengujian
berbagai aspek, baik dari segi tekstual maupun kontekstual, baik bagi karya
seni terapan yang dirancang berfungsi praktis maupun karya yang bersifat
ekspresi pribadi. Bagi karya seni yang berfungsi prakris, evaluasi dilakukan
berdasar criteria karya fungsional yang berlaku dan anlitis, sampai pada
kemungkinan dikembangkannya suatu eksebisi mendapatkan respons atau tanggapan
dari masyarakat pengguna.
Pengembaraan
jiwa, yaitu suatu kegiatan awal dalam proses penciptaan seni terapan, dipandang
penting dalam proses kreatif. Pengembaraan jiwa itu memberikan pengalaman batin
luar biasa pada seseorang, seolah dirinya diurapi sinar terang, sehingga timbul
sikap arif, bijak, dan budi luhur, terpancar melalui hasil seni yang
diwujudkan. Kualitas makna yang signifikan bagi kehidupan manusia itu sesuai
bisikan batin dan hati nurani penciptaannya. Pengembaraan jiwa dan penjelajahan
imajinasi bias terjadi di seputar diri pribadi pencipta, di sekeliling
komunitas sosialnya, di dunia imajinasi, alam gaib, dan transcendental,
termasuk penjelajahan di sudut-sudut kehidupan yang tergelar di alam semesta.
Pola tidak seperti itu merupakan salah satu langkah penting yang dipandang
bermanfaat bagi pertumbuhan kreativitas, yang bias ditempuh melalui kajian
pustaka, pengamatan lapangan, dan perenungan pribadi.
Melalui
perenungan mendalam tumbuh jalinan hubungan-kait dengan wilayah jelajah
transedental, ritual spiritual, dan religious, yang akhirnya menjadi hompunan
imajinatif material olahan. Hasilnya pengaruh pada bobot dan kualitas karya
seni yang diciptakan, suatu bentuk pencitraan olahan konperehensif hasil
analisis hasil analisis yang melibatkan ketiga komponen dalam diri pribadi
manusia.
Penutup
Berdasarkan
hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa temuan teoretik ide dasar
penciptaan seni rupa terapan kini tidak lebih didasari oleh adanya penciptaan
seni terapan masa lampau. Maksudnya dalam penciptaan seni terapan di Indonesia
(Sulawesi selatan) jelas membutuhkan konsep berpikir seperti adanya disiplin
kreatif sehingga karya seni yang tercipta mencapai harmoni.
Manfaat langsung dari disiplin ini dapat dipetik
para seniman yang hendak memperdalam disiplin kreatif atau penciptaan yang
berkaitan dengan seni. Penelitian yang hendak memperdalam ilmu dalam disiplin
kreatif sudah semetinya menguasai atau minimal memaklumi sifat-sifat seni,
muatan konpetensi karya seni, dan batas-batas dari kompetensi itu. Sebab, karya
seni tidak akan pernah ada apabila tidak ada unsur-unsur artistik. Bahkan, bila
disiplin ini tidak tegak dan kokoh berdiri, maka para seniman akan mendapatkan
sumbangan segar untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang jelas paradigm
artistik sebagai dasar pijakan karyanya.
Yang jelas, disiplin ini dapat dikategorikan sebagai
lmu uang bersifat ideographic, yaitu
ilmu yang berkonsentrasi pada kasus-kasus dengan keunikan yang fungsional bagi
individu maupun komunitas tertentu, bukan bersifat nomotetik yang berusaha
membangun generalisasi. Sebagai disiplin, kreatif bersifat otonom karena
disiplin artistic meneliti seni sebagai data utama. Untuk itu, agar dapat
berkembang menjadi satu disiplin yang mapan, studi artistic harus berusaha
mengembangkan perangkat prosedur penelitian yang bersifat standar. Memang harus
diakui bahwa diluar disiplin kreatif sedikit ilmu-ilmu lain yang menaruh minat
kepada seni yang antara lain antropologi, filsafat, psikologi, dan juga
sosiologi. Namun, tegas-tegas harus disadari bahwa perhatian mereka pada seni
bukan terletak pada persoalan kreatif dalam seni sebagai objek utama.
Secara metodologis disiplin kreatif seni terapan
dibangun berdasarkan tiga tahap, yang proses pertumbuhannya mengalami
penyempurnaan terus menerus-menerus hingga mencapai tingkat yang klasik,
adiluhung, monumental dan menyejarah. Disiplin kreatif seni rupa terapan yang
tersaji dan tercipta, dibangun diatas landasan terjaganya keseimbangan iman,
rasa, dan rasio. Seperti yang terkandung dalam diri pribadi. Ketiganya terjalin
secara sinerjis, selaras dan seimbang, saling mengisi dan memenuhi. Jika tidak
demikian, dipastikan terjadi kepincangan dan ketimpangan yang berakibat fatal
bagi pribadi, sebab bisa terganggu jiwanya atau tanpa disadari seorang
terjerumus untuk berbuat sesuatu yang merugikan pihak lain tanpa merasa
bersalah yang memerlukan permintaan maaf. Lebih dari itu, dapat pula terjadi
tumbuh subur nafsu untuk menguasai dan mengeksploitasi, yang sering berakibat
fatal bagi masyarakat luas.
Cat:
(Tulisan ini telah diterbikan oleh Jurnal Harmoni Pendidikan Seni Rupa FKIP Unismuh Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar